Jakarta, CNN Indonesia -- Hanya 100 hari sejak Presiden Rodrigo Duterte dilantik pada akhir Juni lalu, terdapat lebih dari 3.600 warga Filipina tewas dalam perang melawan narkoba yang diusungnya.
Dilaporkan media Inggris,
The Independent, Minggu (9/10), jumlah tersangka pengedar dan pengguna narkoba yang tewas seperti akan terus bertambah. Pasalnya, Duterte baru-baru ini menegaskan perangnya terhadap narkoba akan terus berlanjut karena ia "tidak bisa membunuh mereka semua."
Duterte memenangi pemilu presiden pada Mei lalu, dengan mengusung janji mencegah Filipina menjadi "negara narkoba" dan bersumpah membunuh pengedar dan pengguna narkoba serta para pelaku kriminal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Duterte bahkan sempat menyamakan aksinya ini dengan tragedi Holocaust yang dipimpin Adolf Hitler. Meski kemudian, Duterte meminta maaf karena dianggap menyinggung pembantian umat Yahudi di Eropa.
Skala pembunuhan dalam perang narkoba Duterte tak pernah terjadi sebelumnya. Menurut laporan
Inquirer, perkirakan kasar warga tewas dalam perang narkoba Duterte mencapai 3.600 orang, termasuk 1.300 tersangka yang tewas dalam baku tembak dengan polisi. Dari jumlah ini, terjadi rata-rata 36 pembunuhan per hari sejak Duterte dilantik pada 30 Juni.
Polisi sejauh ini diluncurkan lebih dari 23.500 penyerbuan dan menangkap 22.500 tersangka pengedar narkoba dan pecandu.
Lebih dari 1,6 juta rumah tersangka narkoba digerebek polisi, yang meminta para pengedar untuk menyerah dan para pecandu berhenti mengonsumsi obat terlarang.
Takut dibunuh, sekitar 732.000 pecandu dan pengedar narkoba memilih menyerahkan diri ke kepolisian setempat, membuat penjara penuh dan memberikan pekerjaan rumah baru bagi pemerintahan Duterte, yakni membangun pusat rehabilitasi.
AS, Uni Eropa, PBB dan organisasi pemerhati hak asasi manusia telah menyuarakan kekhawatiran terkait penegakan HAM dalam perang narkoba Duterte.
Amnesty International menyebut bahwa "100 hari pertamanya [Deterte] sebagai Presiden ditandai oleh gelombang kekerasan dengan skala yang sangat mengejutkan."
Duterte sendiri menyatakan ia ingin memperpanjang tindakan keras terhadap narkoba selama "mungkin enam bulan.".
Tak hanya menewaskan ribuan orang di dalam negeri, presiden yang dikenal ceplas-ceplos ini tak segan menyebut Presiden Amerika Serikat Barack Obama "putra pelacur," yang berujung pada pembatalan pertemuan bilateral kedua pemimpin negara ini.
Duterte juga mengecam Uni Eropa yang kerap mengkritiknya atas penerapan hak asasi manusia dalam perang narkobanya.
(ama)