Jakarta, CNN Indonesia -- Warga Amerika Serikat kini hanya tinggal menghitung hari menuju pemilu presiden yang akan digelar pada 8 November mendatang. Namun, bagi capres yang diusung dua partai terbesar, Donald Trump dan Hillary Clinton, kampanye tak pernah berhenti, seakan menit demi berarti demi merebut hati rakyat.
Selama masa kampanye yang panjang, bahkan dimulai sejak tahun lalu, kedua capres sudah menggembar-gemborkan janji manis mereka untuk meraih simpati rakyat. Trump, capres dari Republik, mengedepankan janji perubahan, mengkritik hampir seluruh kebijakan presiden petahana, Barack Obama.
Sementara Clinton menawarkan sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya: kursi panas Gedung Putih diduduki seorang wanita.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masing-masing capres mengusung program andalan yang menyentuh berbagai persoalan, mulai dari imigrasi, kebijakan luar negeri, ekonomi, pengendalian senjata, hingga soal pajak. Hampir di setiap isu, kedua calon menyerukan pandangan yang berbeda, dan bahkan bertentangan, satu sama lain.
ImigrasiPerihal imigrasi menjadi salah satu program andalan dan yang paling terkenal dalam kampanye Trump. Menyinggung tingginya kriminalitas dan praktik narkoba di AS, taipan real-estate itu menyalahkan ribuan imigran Meksiko yang datang mencari penghidupan yang lebih baik di tanah Paman Sam.
"Mereka membawa narkoba, melakukan kejahatan dan pemerkosaan," kata Trump merujuk kepada ribuan imigran ilegal asal Meksiko yang berada di AS, saat mengumumkan pencalonannya pada Juni 2015 lalu, dikutip dari
The Washington Post.
Trump pun bersumpah akan membangun tembok di sepanjang perbatasan untuk menghalau imigran ilegal. Ia berjanji akan membuat Meksiko membiayai pembangunan tembok itu.
Awal September lalu, Trump bertemu dengan Presiden Meksiko, Enrique Pena Nieto, dan mempergunakan kesempatan itu untuk mengemukakan rencananya. Namun, Nieto menegaskan bahwa negaranya tidak akan membiayai pembangunan tembok tersebut.
Selain menyasar imigran ilegal dari Meksiko, program imigrasi Trump juga akan berfokus soal pengungsi dari negara-negara Islam, yang menurut Trump "sumber teroris." Pada mulanya, Trump menyerukan pelarangan masuk ke AS bagi seluruh umat Muslim di dunia.
Namun, karena mendapat mendapat kecaman dari berbagai pihak, termasuk oleh Wali Kota London, Sadiq Khan, Trump kemudian melunak dan menyerukan tes ideologi bagi warga Muslim yang ingin memasuki AS. Hingga kini, belum ada rincian mekanisme yang jelas soal program itu.
[Gambas:Video CNN]Sementara Clinton mengajukan program imigrasi yang lebih konkret. Pada awal Januari lalu, menurut laporan
CNN, Clinton berjanji akan membentuk reformasi imigrasi sebagai upaya para imigran mendapatkan kewarganegaraan yang penuh dan setara dengan warga lokal.
Reformasi yang diusung Clinton akan termasuk penutupan pusat penahanan pengungsi dan mendirikan Kementerian Urusan Imigran.
"Sangat tidak realistis jika kita bicara soal menutup seluruh perbatasan," ujar Clinton menyindir program Trump dalam TodayShow, Maret 2016, dikutip dari
CNN.
Sadar rivalnya memiliki kebijakan yang seakan "menyerang" Muslim, Clinton mengemukakan program sebaliknya, yakni berupaya merangkul Muslim dalam upaya kontraterorisme.
"Pertama, kita akan dibantu rekan-rekan dari negara Muslim untuk memberantas teroris. [Pelarangan masuk ke AS] hanya membuat teroris sulit ditaklukkan. Kedua, kita harus membangun kepercayaan di kalangan komunitas Muslim dalam negeri dalam upaya deradikalisasi," ucap Hillary, dikutip dari
The Washington Post.
Kebijakan Luar NegeriKebijakan luar negeri Trump berfokus pada upaya untuk "Membuat Amerika Aman Lagi" salah satu jargon yang kerap dielukan Trump selain "Membuat Amerika Hebat Lagi." Salah satu penerapan jargon tersebut, menurut Trump, adalah dengan menghancurkan kelompok teroris radikal yang mengatasnamakan Islam, seperti ISIS.
Trump menyebut tak akan segan menarik pasukan NATO untuk memerangi ISIS. Dalam debat capres putaran kedua pada awal Oktober lalu, ia dengan lantang menyatakan bahwa dia akan mempertimbangkan bekerja sama dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin, dalam melawan ISIS.
Menurut Trump, Rusia bersama pasukan rezim Presiden Bashar al-Assad membantu memerangi ISIS di Suriah.
"Saya tidak tahu Putin. Tapi saya pikir akan hebat jika kita bekerja sama dengan Rusia," ujarnya.
 Dalam debat putaran final dengan Clinton, Trump menyebutkan bahwa Rusia bersama pasukan rezim Presiden Bashar al-Assad membantu memerangi ISIS di Suriah. (Reuters/Mike Blake) |
Sikap Trump ini bertentangan dengan kebijakan luar negeri di bawah kepemimpinan Obama, yang menentang intervensi militer Rusia di Suriah. AS juga menilai kedamaian tak akan terjadi di Suriah jika Assad tidak digulingkan.
"Saya tidak suka kepada Assad, sama sekali, tetapi Assad membunuhi ISIS. Rusia membunuhi ISIS. Iran membunuhi ISIS. Dan ketiga negara itu menjauhi kita karena kebijakan luar negeri kita lemah," seru Trump, dikutip dari
CNN.
Beberapa bulan menjelang pilpres digelar, Trump memuji Presiden Rusia dan menyebutnya pemimpin yang jauh lebih baik ketimbang Obama. Putin pun juga melemparkan pujian kepada Trump. Tak ayal, berhembus kabar bahwa Putin mendukung Trump dalam pertarungan merebut kursi Gedung Putih.
Rumor ini semakin menguat ketika sebulan menjelang pilpres, terjadi peretasan akun email sejumlah pejabat tinggi Demokrat dan ketua tim kampanye Clinton oleh WikiLeaks. Peretasan ini diduga ditunggangi Rusia dalam upaya mempengaruhi pemilu AS dan memenangkan Trump.
Trump juga menyalahkan Clinton yang dinilai merupakan salah satu tokoh yang menyebabkan invasi militer AS di Irak kepada Clinton. Trump juga menyalahkan Clinton atas serangan di kantor Konsulat Jenderal AS di Benghazi, Libya pada 2012 lalu. Saat itu, Clinton masih menjabat sebagai menlu.
CNN melaporkan, di ranah global, Trump mengecam sejumlah negara sekutu AS, termasuk Saudi, Korea Selatan dan Jepang. Trump menyebut Saudi "membayar teroris dengan uang AS hasil pembelian minyak." Ia juga menyebut Jepang dan Korsel seharusnya membayar atas perlindungan yang AS berikan.
[Gambas:Video CNN]Clinton mengusung kebijakan luar negeri yang tak jauh beda dengan Obama, terutama soal penyelesaian konflik Suriah dan pandangannya soal Rusia dan negara sekutu.
Satu program signifikan yang diusung Clinton dan memicu perdebatan adalah soal rencana penerapan zona larangan terbang di Suriah. Kebijakan ini melarang sebuah pesawat mengudara di zona yang telah disepakati. Pesawat yang melanggar kebijakan ini dapat diserang atau ditembak jatuh.
"[Kebijakan] ini akan memerlukan negosiasi, dan harus diperjelas kepada Suriah dan Rusia bahwa tujuan kita adalah membentuk zona darat yang aman," tutur Clinton, pada pertengahan Oktober lalu, dikutip dari
AFP.
Clinton menegaskan bahwa kebijakan itu harusnya dicapai dengan negosiasi dengan Rusia dan Suriah, dan bukan dengan paksaan. Namun, para pakar menilai kebijakan ini akan memicu perang antara pasukan AS dan Rusia di Suriah.
Meski demikian, kedua cawapres mengaku mendukung solusi dua-negara dalam konflik Israel-Palestina. Namun, pada September lalu, usai bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu, Trump menegaskan jika ia terpilih maka ia "akan menetapkan Yerusalem sebagai ibu kota dari Negara Israel, menurut laporan
The Telegraph.
Padahal, perebutan status kota Yerusalem merupakan salah satu sumber konflik Israel dan Palestina.
Pengendalian senjataSama seperti Obama, Clinton mendukung kebijakan pengetatan pengendalian senjata. Menurut Clinton, maraknya kepemilikan senjata turut berpengaruh terhadap banyaknya kasus penembakan di AS. Dalam debat final AS, Clinton menyebut 33 ribu warga AS meninggal akibat penembakan.
Clinton menyatakan, "Saya meyakini perlunya ada peraturan yang beralasan. Pemilik senjata tidak boleh mengancam diri anda dan keluarga."
 Para pendukung Donald Trump terlihat menenteng dan memamerkan senjata di muka umum selama Konvensi Nasional Partai Republik pada 17 Juli 2016 di Cleveland, Ohio, Amerika Serikat. (Reuters/Adrees Latif) |
Sementara, Trump merupakan pendukung kepemilikan senjata bagi warga sipil. Hak untuk memiliki, menyimpan dan membawa senjata di muka umum memang dilindungi dalam Amandemen Kedua AS.
Dalam debat capres putaran final, taipan
real-estate ini mengaku bangga mendapat dukungan besar dari Asosiasi Senapan Nasional (NRA), pelobi kebebasan membawa senjata di AS.
Pada Mei lalu, Trump mencibir kebijakan Clinton dengan menyebut, "Demokrat ingin menyita semua senjata, itu ide yang sangat bodoh, karena semua senjata akan jatuh ke tangan kriminal, sementara warga taat hukum tak memiliki alat untuk membela diri," ujar Trump, dikutip dari
The New York Times.
EkonomiDalam sektor ekonomi, kedua capres sesumbar bahwa mereka dapat menciptakan jutaan lapangan pekerjaan baru. Dalam debat final, Trump mengatakan akan meningkatkan Produk Domestik Bruto dengan membuka lapangan pekerjaan, dari 1 persen ke 5-6 persen.
Menurut Trump dia punya mesin ekonomi yang luar biasa, dan bisa membuka pekerjaan dan bisa bersaing dengan perusahaan asing.
Sementara Clinton berjanji akan menciptakan 10 juta lapangan pekerjaan. Salah satu jargon Clinton dalam bidang ekonomi adalah "Keluarga yang utama", dengan menyerukan keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga.
 linton berjanji akan menciptakan 10 juta lapangan pekerjaan dan menyerukan keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga. (Reuters/Rick Wilking) |
Clinton juga berjanji akan menaikkan upah buruh dan menyetarakan upah pekerja wanita dan pria, menurut laporan
CNN.
Clinton mengatakan jika kelas menengah meningkat maka perekonomian membaik. Caranya, lanjut Clinton, adalah membuka pekerjaan baru di bidang manufaktur dan membuka kesempatan baru di energi terbarukan.
Clinton ingin meningkatkan upah minimum regional untuk mengentaskan kemiskinan. Dia merasa perlunya ada pendidikan teknis untuk memberikan keahlian yang dibutuhkan di lapangan kerja.
PajakClinton menilai bahwa warga kaya dan perusahaan harus memberi kontribusi yang lebih banyak kepada AS dengan penambahan pajak. Dalam berbagai kesempatan, Clinton ingin meningkatkan pajak bagi warga kaya hingga 30 persen.
"Saya ingin memastikan warga kaya membayar pajak dengan adil, itu yang tidak mereka lakukan saat ini," ujarnya, dikutip dari
The New York Times.
Sedangkan Clinton berjanji untuk menurunkan pajak, untuk semua kalangan. Menurut Trump, rencana Clinton akan membebani masyarakat dengan pajak yang besar.
Dalam berbagai kampanye, Clinton kerap menyebut Trump pengemplang pajak karena konglomerat New York itu tak juga berkenan merilis data pajaknya.
Trump, dalam debat final, menyebut bahwa dia "orang yang pintar dengan sedikit membayar pajak. Karena saya tak suka melihat bagaimana mereka menggunakan uang dari pajak saya."
(ama)