Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah politisi senior Partai Demokrat mengatakan bahwa kontroversi yang ditimbulkan Biro Investigasi Federal (FBI) terkait penyelidikan skandal email Hillary Clinton sangat mempengaruhi peluang partainya untuk memegang kendali dalam Kongres Amerika Serikat.
Salah satu anggota dewan perwakilan rakyat dari Partai Demokrat, James Clyburn, mengeluhkan bahwa keputusan Direktur FBI, James Comey, untuk meninjau kembali skandal email Clinton yang diumumkan di hadapan Kongres tersebut, "benar-benar merugikan posisi Partai Demokrat dalam pemilihan anggota DPR dan Senat AS pada 8 November mendatang."
Seperti diberitakan
Reuters, pada Selasa esok, para pemilih tidak hanya akan memberikan suara untuk memilih Hillary Clinton atau Donald Trump sebagai Presiden AS. Mereka juga akan memilih para anggota dari masing-maisng partai untuk mengisi sekitar 34 kursi senat dan sekitar 435 kursi DPR AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pimpinan Partai Demokrat di dewan perwakilan, Nancy Pelosi, menyatakan bahwa tindakan Comey dalam menyikapi skandal email Clinton itu sudah keluar dari batas dan memberikan risiko pada performa partai dalam pertarungan kursi di Kongres AS.
Pelosi juga menuturkan, sikap FBI itu telah mengakibatkan minimnya lonjakan suara bagi Partai Demorkat dalam Kongres AS.
"Kami bisa berada pada posisi yang lebih baik lagi jika tak ada keputusan FBI akhir Oktober itu. Dengan cara itu, Comey membuat posisi Demokrat tidak bagus dalam Kongres AS," kata Pelosi.
Hal serupa disampaikan oleh seorang ajudan senior Demokrat yang mengatakan bahwa kontroversi FBI itu dapat mengurangi peluang Partai Demokrat merebut setidaknya 10 kursi dewan perwakilan AS yang sebelumnya dikuasai Partai Republik.
Dengan kondisi seperti ini, ajudan Demokrat tersebut memaparkan bahwa partainya kemungkinan hanya dapat memperoleh 12 hingga 16 kursi di dewan perwakilan. Sedangkan untuk memegang kendali atas dewan perwakilan, partai Demokrat setidaknya harus memperoleh sekitar 30 kursi atau lebih.
Perebutan kuasa atas Kongres ini menjadi isu besar di tubuh Partai Demokrat. Pasalnya, Partai Demokrat terakhir kali memegang kendali di dewan perwakilan dan Senat pada tahun 2010 dan 2014 lalu.
Saat ini, kedua badan Kongres AS, yaitu dewan perwakilan dan Senat, berada dalam kontrol Partai Republik.
Dominasi Partai Republik yang terus-menerus dalam Kongres AS dapat mempersulit jalannya agenda legislatif yang diajukan Clinton nanti, jika ia berhasil memenangkan pemilu dan menjadi Presiden AS.
Sementara itu, dominasi Partai Republik di Kongres AS dan kemenangan Trump sebagai Presiden AS dapat menjadi akhir dari kebijakan dalam negeri yang selama ini dibentuk Presiden Obama, yang merupakan seorang Demokrat. Salah satunya kebijakan kesehatan Obamacare yang selalu menjadi target serangan dari anggota Partai republik di parlemen.
Dua hari menjelang pemilihan umum Presiden Amerika Serikat, Minggu (6/11), FBI menyatakan tidak ada tindak kriminal dalam skandal surat elektronik capres dari Partai Demokrat itu.
Kasus skandal penggunaan server surel pribadi oleh Clinton untuk berkirim pesan pada saat menjabat sebagai Menlu AS pada periode 2009-2013 ini sebenarnya sudah ditutup pada pertengahan Juli lalu.
Namun, Comey memutuskan untuk meninjau kembali skandal tersebut karena adanya sejumlah temuan baru dalam penyelidikan terpisah terhadap Anthony Weiner, suami dari ajudan Clinton, Huma Abedin, yang diduga melakukan pelecehan seksual melalui pesan pendek cabul kepada seorang gadis di bawah umur.
Keputusan ini memicu banyak pertanyaan karena diumumkan hanya berselang beberapa pekan sebelum pemilu. Banyak pihak, termasuk Presiden Barack Obama, mengkritik FBI karena peninjauan kembali ini berpotensi membawa dampak pada pemilu, di mana Clinton menjadi capres dari Partai Demokrat.
(has)