Jakarta, CNN Indonesia -- Havana berduka pada Sabtu (27/11), namun di saat yang sama, Miami menggelar perayaan atas meninggalnya mantan Presiden Kuba, Fidel Castro, yang semasa hidup kerap memberi pernyataan keras terhadap Amerika Serikat (AS).
Castro memimpin Kuba sejak 1976 hingga 2008. Setelah mengalami masalah kesehatan, ia menyerahkan tampuk kepemimpinannya kepada sang adik, Raul. Ia lalu menutup mata di usianya yang ke-90 tahun.
Presiden Raul mengumumkan berpulangnya Castro dalam pidato yang disiarkan di saluran televisi Kuba.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah kabar duka itu diumumkan, berbagai reaksi mulai bermunculan.
Di jalanan Miami, kawasan dari negara bagian Florida, AS, tempat tinggal komunitas Kuba-Amerika terbesar, bendera Kuba dikibarkan.
Masyarakat berdansa, membunyikan alat musik, klakson mobil, sambil meneriakkan kalimat “Kebebasan untuk Kuba!”.
“Sangat sedih jika kematian seseorang malah dirayakan, namun orang itu seharusnya tak perlu dilahirkan,” kata Pablo Arencibia (67), seorang guru yang pergi dari Kuba sejak 20 tahun yang lalu, seperti yang dikutip dari
AFP.“Iblis di neraka yang harus khawatir sekarang, karena Fidel sedang menuju ke sana dan ingin menuntaskan pekerjaannya,” lanjutnya.
Pesta terus berlanjut hingga semalam suntuk. Beberapa orang terlihat membagikan gelas berisi sampanye.
Di tengah kemeriahan itu, ternyata tak sedikit yang tetap merasa pesimis dengan masa depan Kuba.
"Kita menunggu saat ini terlalu lama. Saya rasa, kematiannya tak akan mengubah apa pun," kata seseorang dari komunitas Kuba-Amerika yang datang ke jalanan.
Sedangkan di Havana, sejumlah jalanan besar terlihat sepi. Kemeriahan akhir pekan pun tak tampak.
“Kehilangan Fidel seperti kehilangan bapak, sang pemandu revolusi ini,” kata Michel Rodriguez (42), pemilik toko roti.
Castro akan dikremasi pada Sabtu depan, sembilan hari setelah masa berkabung usai.
Serangkaian peringatan duka akan dimulai pada Senin (28/11) pagi, dan penduduk Kuba diminta berkumpul di simbol kota Havana, Revolution Square.
Setelah dikremasi, abu Castro akan diarak dalam perayaan selama empat hari ke penjuru Kuba, sebelum akhirnya dikubur di Santiago pada Minggu (4/12).
 "Kebebasan untuk Kuba!" teriak masyarakat di Miami. (Reuters/Javier Galeano) |
Meninggalnya Castro juga memunculkan banyak reaksi dari sejumlah pemimpin negara.
“Nama negarawan terhormat ini adalah simbol dari sebuah era dalam sejarah dunia moderen,” kata Presiden Rusia, Vladimir Putin, melalui telegram kepada Presiden Raul.
“Castro akan hidup selamanya, sejarah dan manusia akan selalu mengenangnya,” kata Presiden China, Xi Jinping, dalam pesan yang disiarkan di saluran televisi nasional.
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-Un juga menyatakan rasa duka citanya kepada Castro, yang disebut sebagai “satu-satunya pemimpin yang luar biasa dari belahan bumi Barat.”
Venezuela, sekutu utama Kuba, menyatakan masa berkabung selama tiga hari, seperti yang dikatakan Presiden Nicolas Maduro di tengah kerumunan masyarakat yang mendatangi makam Hugo Chavez, teman baik Castro.
“Fidel, pergilah dalam damai, karena kami masih di sini,” kata Presiden Maduro. Usai mengatakan hal itu, masyarakat yang hadir langsung menangis terisak.