Jakarta, CNN Indonesia -- Kepolisian Filipina meledakkan paket mencurigakan yang diduga bom rakitan, yang ditemukan di tempat sampah dekat gedung Kedutaan besar Amerika Serikat di Manila pada Senin (28/11).
Kepala kepolisian distrik Manila, Kolonel Joel Coronel, menyebutkan pihaknya menerima sebuah telepon sekitar pukul 06.00 pagi waktu setempat dari seorang petugas pembersih jalanan yang menemukan sebuah ponsel lama. Ia menduga ponsel tersebut merupakan sebuah pelatuk bom karena ponsel itu terlilit kabel listrik berwarna hitam dan merah yang terhubung pada sebuah paket.
Coronel menyatakan tidak ada bahan peledak seperti mesiu dalam paket tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak ada ancaman bahaya sehingga tidak perlu ada yang dikhawatirkan," ungkap Coronel kepada wartawan seperti dikutip
Reuters, Senin (28/11).
Coronel menyebutkan upaya peledakan paket tersebut tidak menyebabkan kerusakan maupun kemacetan lalu lintas di lokasi itu. Aktivitas di gedung kedutaan tetap berjalan seperti biasa.
"Ledakan yang terdengar itu disebabkan ledakan terkontrol. Polisi berupaya mengindentifikasi orang yang meninggalkan paket itu di tempat sampah," kata Coronel.
Sementara itu, seorang pejabat intelijen Filipina yang tidak memiliki kewenangan berbicara pada media mengatakan, ponsel itu terhubung ke sebuah peledak jenis mortar.
Pejabat intelejen tersebut menyebutkan, peledak jenis mortar itu sama seperti bahan peledak yang digunakan kelompok ekstremis di wilayah tengah Mindana dalam insiden di kota Davao pada September lalu, yang menewaskan sedikitnya 10 orang dan melukai puluhan lainya.
"Kami masih melakukan investigasi lebih lanjut apakah bahan peledak itu masih hidup atau tidak," kata pejabat itu kepada
Reuters.
Pada September lalu, ledakan mengguncang sebuah pasar malam di Davao City, kota kediaman Presiden Filipina Rodrigo Duterte, menewaskan sedikitnya 10 orang dan melukai 60 orang lainnya. Insiden itu terjadi di sebuah pasar malam yang terletak dekat hotel mewah Marco Polo, hotel yang kerap dikunjungi Duterte.
Insiden ledakan ini terjadi hanya berselang tiga bulan setelah Duterte dilantik menjadi Presiden Filipina pada Juni lalu. Mantan wali kota Davao ini menampik bahwa serangan itu merupakan upaya pembunuhan terhadap dirinya dan menyatakan bahwa para pengawalnya bekerja untuk mencegah kemungkinan semacam itu.