Jakarta, CNN Indonesia -- Malaysia menyatakan bahwa kekerasan dan pembunuhan yang menimpa etnis minoritas Muslim Rohingya di Myanmar selama ini merupakan tindakan "pemusnahan etnis."
"Faktanya bahwa hanya satu etnis tertentu yang sedang didorong keluar [di Myanmar] dapat didefinisikan sebagai pemusnahan etnis," kata Kementerian Luar Negeri Malaysia dalam sebuah pernyataan seperti dikutip
Reuters, Jumat (2/12).
"Praktik kekerasan ini harus segera dihentikan untuk mengembalikan keamanan dan stabilitas kawasan Asia Tenggara," tulis Kemlu Malaysia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Malaysia sebelumnya memang telah melayangkan protes keras terhadap kekerasan yang terus mendera etnis Muslim di Myanmar, khususnya etnis Rohingya.
Warga Malaysia yang mayoritas beragama Muslim ini terus mengkritik upaya Myanmar yang dinilai masih minim dalam menangani kekerasan di negara bagian Rakhine, salah satu wilayah di utara Myanmar di mana kekerasan terhadap etnis Muslim Rohingya banyak terjadi.
Menurut Kemlu Malaysia, isu Rohingya, tak dimungkiri juga menjadi ancaman tersendiri bagi keamanan Malaysia.
Pasalnya, sejak kekerasan serupa terjadi tahun 2012 lalu, ada peningkatan jumlah etnis Rohingya yang mengungsi dari Myanmar ke Malaysia dan negara tetangga lainnya, termasuk Bangladesh dan Indonesia.
Tingginya jumlah pengungsi Rohinya yang mencoba melarikan diri ini menjadikan isu kekerasan di Myanmar itu menjadi "masalah internasional".
Sebagai bentuk protes terhadap Myanmar, Negeri Jiran juga menggelar aksi unjuk rasa solidaritas membela etnis Muslim Rohingya pada Minggu (4/12) kemarin yang bahkan dihadiri oleh Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak.
Kabinet Malaysia juga telah mengeluarkan pernyataan yang mengecam pembunuhan sistematis etnis Rohingya di Myanmar. Malaysia juga telah memanggil Duta Besar Myanmar untuk Malaysia terkait hal ini.
Kritik kuat seperti ini jarang terjadi di antara negara ASEAN yang memiliki kebijakan non-intervensi sesama anggotanya.
Kepada
Myanmar Times, Wakil Direktur Jenderal Kantor Kepresidenan Myanmar sebelumnya menegaskan bahwa Kuala Lumpur seharusnya menegakkan prinsip non-intervensi sebagai sesama negara anggota ASEAN.
Menurut mereka, Malaysia sepatutnya menghormati kedaulatan Myanmar dengan tidak mencampuri urusan dalam negeri Myanmar.
Isu mengenai kekerasa terhadap Rohingya di Myanmar kembali mencuat setelah insiden penyerangan pos pengamanan di tiga wilayah perbatasan Myanmar oleh sejumlah kelompok bersenjata pada 9 Oktober lalu.
Pemerintah Myanmar menuding "teroris Rohingya" berada di balik serangan itu, namun belum ada bukti yang jelas soal tuduhan tersebut.
Sejak penyerangan itu, militer Myanmar meningkatkan pengawasan ketat dengan melakukan "operasi pembersihan" di wilayah Rakhine. Alih-alih memburu para pelaku penyerangan, militer Myanmar diduga malah menyerang etnis Rohingya secara membabi-buta.
Reuters melaporkan setidaknya 86 warga tewas dan 30 ribu lainnya melarikan diri akibat serangkaian aksi kekerasan militer terhadap Rohingya di Rakhine sejak Oktober lalu. Lebih dari 1.000 rumah warga Rohingya di lima desa negara bagian Rakhine, Myanmar, juga ambruk dan hangus terbakar karena serangan militer di sana.
Kekerasan sejak awal Oktober ini merupakan insiden berdarah terparah sejak bentrokan antara umat Buddha dan etnis minoritas Muslim Rohinya yang terjadi pada 2012 lalu. Insiden itu menewaskan ratusan orang.
(has)