Jakarta, CNN Indonesia -- Pejabat Kementerian Pertahanan Amerika Serikat menyerukan agar Taiwan meningkatkan kapabilitas pertahanannya guna membendung ancaman militer China. Selama ini pengeluaran pertahanan Taiwan dinilai belum cukup kuat melindungi Taipei dari agresi Beijing.
Deputi Asisten Menteri Pertahanan AS, Abraham Denmark mengatakan, peningkatan kapabilitas dan pengeluaran pertahanan menjadi hal penting bagi Taiwan guna mencegah sekaligus mempertahankan negara ketika ancaman agresi datang.
Pasalnya, ia menganggap tujuan utama China memodernisasi militernya selama ini adalah untuk mencapai reunifikasi dengan Taiwan, dengan cara apapun termasuk agresi militer.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sumber pertahanan sangat penting. Anggaran pertahanan Taiwan belum sejalan dengan potensi ancaman yang ada sehingga perlu ditingkatkan," ungkap Denmark seperti dikutip
Reuters, Selasa (13/12).
AS merupakan sekutu politik utama dan satu-satunya negara pemasok senjata bagi Taiwan.
Denmark mencatat, Kongres AS telah menyetujui penjualan senjata ke Taiwan senilai US$14 miliar sejak 2010 lalu. Tahun lalu, pemerintah Barack Obama juga memberitahu Kongres bahwa AS menjual paket persenjataan senilai US$1,83 miliar termasuk dua frigat, rudal antitank, kendaraan amfibi, dan sejumlah alutsista lainnya.
AS, tutur Denmark, terus berkomitmen untuk membela dan melindungi Taiwan di bawah Taiwan Relations Act tahun 1979. Namun, ia menekankan bahwa perlindungan yang diberikan Washington pada Taipei ini semata-mata untuk memproteksi keamanan warga Taiwan, yang juga tetap menjadi tanggung jawab pemerintah Taiwan.
Selama ini, Taiwan berupaya mengembangkan alutsista sendiri. Pada 2015 lalu Taiwan juga mulai mengalokasikan anggaran pertahanan mereka untuk membuat kapal selam, yang juga membutuhkan transfer teknologi dari negara asing agar proyek ini berhasil.
Desakan ini diluncurkan AS hanya berselang beberapa hari usai China melayangkan kritik atas komentar presiden terpilih AS, Donald Trump, mengenai hubungan China dan Taiwan.
Pada akhir pekan lalu, Trump mengindikasikan Amerika tidak perlu terikat dengan kebijakan "Satu China" yang kerap digaungkan Beijing khususnya dalam menjalin hubungan dengan Taiwan.
Komentar ini membuat China berang dan memperingatkan AS bahwa kebijakan "Satu China" merupakan prinsip dasar hubungan kerja sama kedua negara.
China sebelumnya juga memprotes AS lantaran Trump melakukan percakapan langsung melalui telepon dengan Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen, pada 2 Desember lalu. Pembicaraan tersebut merupakan yang pertama kalinya antar pemimpin AS dan Taiwan dalam 30 tahun terakhir.
Pasalnya, AS menangguhkan pengakuan diplomatiknya terhadap Taiwan untuk memperbaiki hubungan dengan China.
China kerap melontarkan protes keras pada suatu negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Beijing namun juga mencoba menjalin hubungan dengan Taiwan. Selama ini, Beijing menganggap Taiwan sebagai daerah yang membangkang lantaran upayanya untuk memerdekakan diri dari China.Sejumlah pengamat AS juga menyebut langkah Trump ini dapat memicu konfrontasi militer jika konglomerat asal New York ini menekan isu Taiwan terlalu jauh dalam hubungannya dengan China.
(ama)