Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Luar Negeri mengonfirmasi ada seorang warga negara Indonesia yang ditahan oleh otoritas Malaysia karena diduga merupakan simpatisan ISIS. WNI tersebut ditahan karena kedapatan menyimpan informasi mengenai ISIS di dalam ponselnya.
“Yang bersangkutan ditahan pihak Malaysia karena yang pertama, ia dicurigai memiliki gambar dan informasi mengenai kelompok radikal di ponselnya. Itu dasar pertama, meskipun penyelidikan masih berlangsung,” ujar juru bicara Kemlu RI, Arrmanatha Nasir, di Jakarta, Kamis (5/1).
Menurut Arrmanatha, WNI itu ditangkap polisi Malaysia pada Desember lalu ketika berupaya pergi ke Singapura dan diduga akan melanjutkan perjalanan ke Myanmar. Malaysia masih akan tetap menahan WNI itu hingga 28 hari ke depan untuk diperiksa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rencananya, WNI yang belum diungkap identitasnya itu akan dipanggil oleh pengadilan Malaysia untuk kedua kalinya pada Minggu pekan ini.
“Otoritas Malaysia akan memeriksa yang bersangkutan lebih lanjut lagi untuk mengonfirmasi maksud dari tujuan perjalannya apakah benar akan ke Singapura itu untuk bisa menuju Myanmar,” kata diplomat yang akrab disapa Tata itu.
Arrmanatha memastikan, perwakilan Indonesia di Malaysia akan terus mendampingi sesuai dengan standar perlindungan WNI. Kemlu bersama Polri juga akan terus berkordinasi dengan Malaysia dalam penyelidikan kasus penangkapan WNI ini.
“Kami belum bisa mengonfirmasi tujuan dan maksud yang bersangkutan karena masih dalam proses investigasi. Sudah ada komunikasi antara Polri dan pihak keamanan di Malaysia untuk pengecekan identitas pelaku,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala polisi divisi kontra-terorisme Malaysia, Ayob Khan Mydin Pitchay, mengatakan bahwa WNI yang bekerja di pabrik Malaysia sejak 2014 itu diduga terkait dengan komplotan yang menyelundupkan senjata ke wilayah Poso, Sulawesi, Indonesia.
Malaysia menduga, tersangka pendukung ISIS ini berupaya membantu saudara-saudara kaum minoritas Muslim Rohingya di Myanmar yang tengah didera krisis kemanusiaan.
"Ada kemungkinan yang tinggi, baik itu dari ISIS atau kelompok lain, akan menemukan cara dan sarana untuk pergi ke Myanmar untuk membantu saudara-saudara Muslim Rohingya," kata Ayob Khan.
Isu mengenai kekerasan terhadap Rohingya di Myanmar kembali mencuat setelah insiden penyerangan pos pengamanan di tiga wilayah perbatasan Myanmar oleh sejumlah kelompok bersenjata pada 9 Oktober lalu. Pemerintah Myanmar menuding "teroris Rohingya" berada di balik serangan itu, meskipun belum ada bukti konkret.
Sejak penyerangan itu, militer Myanmar meningkatkan pengawasan ketat dengan melakukan "operasi pembersihan" di wilayah Rakhine. Alih-alih memburu para pelaku penyerangan, militer Myanmar diduga malah menyerang etnis Rohingya secara membabi buta.