Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang polisi Filipina ditahan atas dugaan penculikan seorang pengusaha asal Korea Selatan yang hilang sejak tiga bulan lalu dari rumahnya di bagian utara Kota Angeles.
"Kepolisian Filipina telah memerintahkan penahanan salah satu anggotanya yang diduga terlibat dalam penculikan seorang pengusaha Korea," ujar juru bicara kepolisian Filipina, Dionardo Carlos, seperti dikutip
AFP, Selasa (10/1).
Kepala Kepolisian Filipina, Ronald dela Rosa, mengatakan bahwa polisi tersebut berpangkat perwira rendah dan sempat ditugaskan dalam unit khusus operasi anti-narkoba yang selama ini digaungkan oleh Presiden Rodrigo Duterte.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dela Rosa menuturkan, polisi sudah meminta Kementerian Kehakiman untuk mengajukan tuntutan pidana terhadap polisi itu.
Hingga saat ini, polisi belum mempublikasikan identitas anggotanya beserta pengusaha asal Negeri Ginseng itu.
Sementara itu, Kedutaan Besar Korsel di Manila belum bisa mengomentari kasus penculikan ini.
Media Filipina,
Inquirer, memberitakan bahwa istri dari pengusaha itu melaporkan dugaan penculikan ini sejak Oktober lalu, ketika suaminya tak kunjung pulang ke rumah.
Menurut pengakuan sang istri, para penculik berupaya memeras keluarganya dengan meminta sejumlah uang tebusan.
Istri pengusaha itu telah membayar sekitar 5 juta peso atau setara Rp 1,3 miliar. Namun, sang penculik masih menginginkan sekitar 4,5 juta peso tambahan.
Di Filipina, polisi memiliki sejarah panjang keterlibatan dalam korupsi. Sejumlah kritikus pemerintah menyebut Duterte melindungi para pejabat polisi yang korup itu jika mereka berhasil memberangus para kriminal narkoba.
"Saat ini, tampaknya polisi telah meningkatkan permainan mereka dengan merambah dalam hal penculikan untuk mendapatkan sejumlah tebusan atas nama perang melawan narkoba," demikian bunyi pemberitaan
Inquirer yang dirujuk
AFP.
Kampanye pemberantasan narkoba ini dicanangkan oleh Duterte tak lama setelah ia dilantik pada 30 Juni lalu.Sejak saat itu, 5.700 terduga pengedar narkoba tewas tanpa proses peradilan yang jelas. Sekitar 2.000 di antaranya mati di tangan polisi, sementara 3.000 lainnya tewas akibat aksi main hakim sendiri oleh warga. (has)