Jakarta, CNN Indonesia -- Sulit untuk menebak apa yang akan dilakukan Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump ketika sudah resmi menjabat. Konglomerat real estate yang akan resmi dilantik malam ini kerap melontarkan pernyataan yang dia ingkari sendiri.
Apa yang akan terjadi dengan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Trump? Apakah dia akan memegang retorikanya selama kampanye yang berulang kali membuat heboh dunia?
"Sebagai negara, kita mesti lebih sulit diprediksi," kata Trump, April lalu. Setidaknya kita bisa tahu hal itu masih dipegangnya hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
CNNIndonesia.com mencoba untuk menghadirkan beberapa kontradiksi yang dibuat sang pemimpin baru Amerika Serikat yang bisa memengaruhi iklim politik global.
TwitterMulai dari yang terkecil: akun Twitter. Korea Selatan dilaporkan The Independent menunjuk petugas hanya untuk memantau kicauan Trump. Langkah ini bisa dikatakan wajar karena dia kerap membagikan pandangannya soal isu-isu penting melalui media sosial.
Namun hingga kini sepertinya pria berambut pirang ini belum bisa menentukan sikap soal akun Twitter-nya.
Pada 2012 lalu, dia menyatakan "saya cinta Twitter." Namun, dalam wawancara baru-baru ini dia mengatakan "saya tidak suka ber-Twitter."
Dan, dia kembali berkicau, kurang dari satu jam setelah wawancara tersebut disiarkan.
RusiaDi skala yang lebih besar, hubungan Trump dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pun sulit untuk dibaca.
Awalnya, dia berkeras, "saya punya hubungan" dengan Putin dan dia berandai-andai apakah suatu saat nanti kepala negara rivalnya itu "bisa jadi sahabatku."
Tapi pekan lalu, Trump seolah berubah pikiran. "Saya tidak tahu apakah saya bisa akur dengan Vladimir Putin. Saya berharap bisa. Tapi kemungkinan saya tidak bisa," ujarnya.
"Dan kalau saya tidak bisa akur dengannya, apakah Hillary (Clinton) bisa lebih keras pada Putin daripada saya? Apakah di ruangan ini ada meyakini itu? Yang benar saja."
Hubungan Trump dan Putin belakangan digoyang oleh isu yang menyebut Rusia mengumpulkan informasi tidak senonoh soal Trump.
Belum lagi, kedua negara sama-sama sempat berniat untuk meningkatkan kemampuan nuklirnya.
Nuklir"Amerika serikat harus memperkuat habis-habisan dan mengembangkan kemampuan nuklir hingga tiba waktu di mana dunia menyadari kesalahannya soal nuklir," kata Trump melalui akun Twitternya, Desember lalu.
Keesokan harinya dia menjelaskan bahwa dirinya tidak masalah jika pernyataan itu membuat negara lain turut terpancing untuk membangun senjata yang mematikan.
"Ayo kita bersaing dalam persenjataan," ujarnya.
Namun pekan lalu, dia mengatakan jumlah persediaan nuklir dunia mesti dikurangi. "Saya pikir senjata nuklir mesti jauh lebih sedikit dan dikurangi secara substansial."
Sulit untuk menebak bagaimana pandangan Trump sesungguhnya soal permasalahan ini, dan keamanan dunia secara umum.
NATOSoal NATO, misalnya. Dia berulang kali mengatakan blok negara Barat itu adalah organisasi yang "usang."
Namun pada Agustus, dia mengatakan sebaliknya. "Saya sebelumnya sempat mengatakan NATO sudah usang karena organisasi ini gagal untuk mengatasi terorisme."
"Setelah saya melontarkan pernyataan itu, mereka mengubah kebijakannya dan kini mempunyai divisi khusus untuk menangani ancaman teror," kata Trump.
Padahal, misi NATO selama ini termasuk menangani terorisme. Hal ini terlihat dalam keterlibatan mereka di Afghanistan yang telah berlangsung lebih dari satu dekade menyusul serangan teror 11 September 2001.
 Misi NATO selama ini termasuk menangani terorisme, terlihat dalam keterlibatan mereka di Afghanistan. (AFP Photo/Wakil Kohsar) |
Kini, Trump kembali mengubah pandangannya. Kini dia kembali menyatakan NATO sudah usang, karena alasan yang sama, dan karena blok itu didesain sudah sejak dahulu kala.
Kontradiksi tak berhenti sampai di situ. Dia juga mengatakan, dalam kesempatan yang sama, bahwa NATO sangat penting bagi dirinya.
ISISMungkin karena alasan itu pula Trump ingin turun langsung menghadapi kelompok teror seperti ISIS. Jelas, Trump membenci militan radikal itu.
Namun, belum jelas apa yang akan dia lakukan untuk melawannya. Pada satu kesempatan, dia mengatakan akan mempertimbangkan untuk mengirim pasukan ke Timur Tengah.
"Saya akan mendengarkan para Jenderal, tapi saya mendengar angka sekitar 20 ribu hingga 30 ribu pasukan," ujarnya.
Di lain kesempatan, dia juga mengatakan tidak akan melakukan itu.
"Saya akan memukul ISIS habis-habisan dengan cara tertentu. Saya lebih suka melakukan itu tidak dengan pasukan kita, Anda pasti mengerti itu."
Dan di kesempatan lain, dia juga mengatakan akan mengambil alih minyak di kawasan yang dikuasai ISIS. "Saya sudah mengatakan selama bertahun-tahun, ambil minyak mereka."
Kembali ditampik oleh diri sendiri, dia mengatakan "kita tidak seharusnya mengambilnya. Sekarang kita harus menghancurkan persediaan minyak itu."
IranSikap inkonsisten Trump di Timur Tengah tak berhenti sampai di ISIS. Soal Iran, dia juga menunjukkan sikap yang sama.
Sang Presiden terpilih sempat mengatakan kesepakatan nuklir Iran yang dibuat 2015 lalu adalah "kesepakatan terburuk yang pernah terjadi."
Tapi lagi-lagi, apa yang akan dia lakukan soal ini masih belum jelas. Tahun lalu, dia menyatakan "prioritas utama saja adalah untuk 'menjinakkan' kesepakatan berbahaya ini dengan Iran."
Sebelumnya, dia mengatakan Amerika Serikat harus bisa menjalani kesepakatan tersebut. Bahkan, Trump juga di lain waktu mengatakan akan menjamin keberlangsungan kesepakatan itu.
Kini, pernyataan terakhir yang dia katakan membuat publik semakin sulit menerka. "Saya tidak mau mengatakan apa yang akan saya lakukan dengan kesepakatan Iran," ujarnya.