Jakarta, CNN Indonesia -- Sebuah jajak pendapat menunjukkan lebih banyak warga Amerika Serikat yang mendukung perintah eksekutif Presiden Donald Trump tentang larangan masuk bagi warga negara mayoritas Muslim, meskipun tak sedikit pula kritik dan kecaman yang menghujani peraturan tersebut.
Melansir
The Independent, Rabu (1/2), survei yang dilakukan 30-31 Januari itu menunjukkan sekitar 49 persen warga Amerika usia dewasa menyambut baik kebijakan Trump ini. Sementara 41 persen responden lainnya menentang dan 10 persennya tidak merespons aturan kontroversial tersebut.
Di sisi lain, jajak pendapat ini juga hampir dilakukan pada seluruh tingkatan partai besar AS. Sekitar 53 persen anggota Demokrat "sangat tidak setuju" dengan aksi Trump memblokir warga dari tujuh negara Muslim untuk masuk ke AS. Sementara, 51 persen Partai Republik mengaku "sangat setuju."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hampir serupa, survei yang dilakukan Reuters/lpsos menemukan sekitar 31 persen warga Amerika merasa "lebih aman" dengan adanya aturan imigrasi ini. Sementara 26 persen responden lain justru merasa "kurang aman" dengan larangan tersebut.
Berjalan seminggu usai dilantik resmi menjadi presiden AS ke-45, Trump kembali menggemparkan dunia dengan kontroversinya. Ia menandatangani perintah eksekutif yang secara garis besar melarang pengunjung dan imigran yang berasal dari tujuh negara Muslim masuk ke AS sementara.
Ketujuh negara itu adalah Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah, dan Yaman. Negara-negara tersebut dinilai memiliki risiko tinggi akan aktivitas terorisme.
Sekitar 38 persen warga merasa AS telah memberikan contoh yang benar dalam menghadapi terorisme. Sementara 41 persen responden lain menganggap Amerika sebagai contoh negara yang buruk dalam menghadapi isu ini.
Sebagian besar Partai Demokrat mengatakan bahwa "AS harus terus menerima imigran dan pengungsi masuk." Di sisi lain, sebagian besar Partai Republik justru menganggap "pelarangan ini diperlukan Amerika untuk mencegah penyebaran terorisme."
Sementara itu, di belahan dunia lain, tak sedikit pihak yang meyayangkan langkah Trump ini dengan menyebut bahwa perintah eksekutif itu sangat diskriminatif dan bisa memicu perpecahan. Kanselir Jerman Angela Merkel menuturkan, terorisme tidak bisa menjadi alasan untuk menuduh suatu kelompok dan menebar kebencian.
"Perang terhadap terorisme bukan menjadi alasan untuk membenarkan kecurigaan umum berdasarkan keyakinan tertentu. Langkah [Trump] ini, menurut saya, bertentangan dengan kerja sama internasional dalam membantu pengungsi," tutur Merkel seperti dikutip
CNN.
Menteri Luar Negeri Perancis Jean-Marc Ayrault juga menyayangkan kebijakan Trump tersebut, dengan menyebutkan terorisme tidak memiliki kewarganegaraan dan diskirminasi bukan lah jalan keluar memberangus terorisme internasional.
(aal)