Jakarta, CNN Indonesia -- Puluhan penduduk, yang terdiri dari pelajar sampai aktivis, melakukan demo di Taman Sokolniki, Moskow, Rusia, pada Minggu (12/2), sebagai bentuk protes peraturan pemerintah baru yang seakan meringankan hukuman bagi pelaku kekerasan.
Dilansir dari
AFP, peraturan tersebut sudah ditandatangani oleh Presiden Rusia Vladimir Putin pada Selasa (7/2).
Dalam peraturan baru tersebut dinyatakan bahwa pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tidak akan mendapat hukuman berat, jika korban tak mendapat cedera parah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, pelaku dapat dipenjara selama dua tahun. Dalam peraturan baru, kini pelaku hanya dikenakan denda, kerja sosial atau penahanan selama 15 hari di kantor polisi.
Penduduk membawa spanduk sebagai pernyataan kekecewaannya terhadap peraturan baru itu.
“Pertama mereka memukul, kedua mereka membunuh,” tulis salah satu spanduk.
“Setiap 40 menit ada wanita yang meninggal karena kekerasan dalam keluarganya,” tulis spanduk yang lain.
Salah satu pengacara hak asasi yang sering menangani kasus KDRT, Mari Davtyan, mengatakan akan mendukung langkah pembatalan peraturan baru tersebut.
“Kami akan terus berjuang untuk menekan jumlah kasus KDRT yang seringkali berujung kriminalitas,” katanya.
“Saya sangat sedih dengan disahkan peraturan baru itu. Setiap hari saya bertemu dengan wanita yang menjadi korban, mereka merasakan penderitaan jasmani dan rohani,” lanjutnya.
Senada dengan Davtyan, aktivis dari kelompok korban KDRT, Syostry (Sisters), mengatakan kalau dirinya tak takut untuk terus melakukan protes demi pembatalan peraturan baru tersebut.
“Sebanyak 40 persen kasus kekerasan terjadi di tengah keluarga. Tapi sedikit korban yang berani melaporkannya,” katanya.
“Banyak dari mereka yang takut dianggap sebagai biang keladi kekerasan oleh masyarakat,” lanjutnya.