Jakarta, CNN Indonesia -- Disebut-sebut sebagai 'anti-Trump', politisi moderat kiri Frank-Walter Steinmeier hampir pasti dipilih menjadi presiden Jerman, Minggu waktu setempat (12/2).
Sebagai kepala negara seremonial, pria berusia 61 tahun yang kerap memuncaki polling ini akan mewakili negara di luar negeri dan berperan sebagai penasihat moral untuk Jerman.
Penunjukan Steinmeier bisa jadi meningkatkan elektabilitas Partai Sosial Demokrat (SPD) yang mengusung Martin Schulz, mantan presiden parlemen Eropa, sebagai kandidat pengganti Kanselir Angela Merkel dalam pemilihan September yang akan datang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Steinmeier diperkirakan akan menerima suara mayoritas dalam skala besar setelah partai konservatif Merkel yang tidak mempunyai kandidat kuat sepakat mendukungnya menggantikan petahana Joachim Gauck.
Pemungutan suara akan diadakan di gedung Reichstag oleh Dewan Federal istimewa berjumlah 1.260 orang yang terdiri atas legislator nasional dan perwakilan dari 16 negara bagian Jerman.
Dengan rambut putih dan kaca mata bundarnya, Steinmeier menjadi salah satu politisi paling dikenal di Jerman. Terlebih, dia dua kali menjabat sebagai menteri luar negeri di bawah pemerintahan Merkel selama tujuh tahun.
Meski pengacara berpengalaman ini biasanya sangat hati-hati dalam bertutur, dia kini melabeli Presiden AS Donald Trump sebagai "penyebar kebencian."
Setelah konglomerat itu memenangi pemilihan umum, Steinmeier memprediksi hubungan kedua negara akan menjadi lebih sulit dan mengatakan stafnya kesusahan mendeteksi kebijakan luar negeri Trump.
Sembari bersiap mengisi jabatannya 19 Maret nanti, Steinmeier telah bersumpah "akan menjadi lawan dari tren simplifikasi tak berbatas," menyebut pendekatan ini sebagai "penawar bagi populis."
Surat kabar harian Berliner Morgenpost menilai Steinmeier akan menjadi "presiden anti-Trump."
Selama ini, dia hanya pernah kehilangan kesabarannya, satu kali pada 2014. Saat itu, dia berteriak pada demonstran di Berlin yang menuduhnya sebagai "penebar peperangan" karena kebijakannya terkait Ukraina.
Steinmeier sebelumnya pernah menjabat sebagai penasihat dan kepala staf Kanselir Gerhard Schroeder, pendahulu Merkel, mengoordinasikan badan keamanan dan membantu reformasi buruh dan kesejahteraan.
Pada 2009, Steinmeier mencalonkan diri bersaing dengan Merkel dan kalah telak. Namun, dia justru bergabung dalam kabinet sang Kanselir beberapa tahun setelahnya.