Jakarta, CNN Indonesia -- Ratu Elizabeth II dijadwalkan meresmikan Badan Keamanan Siber Nasional (NCSC), lembaga ujung tombak Inggris dalam memerangi serangan siber, khususnya dari Rusia yang selama ini dianggap mengancam sistem pemerintah.
Ratu Elizabeth akan meresmikan pembentukan NCSC, hari ini, bersama dengan suaminya, Pangeran Philip, dan sejumlah anggota kabinet pemerintahan, termasuk Menteri Keuangan, Philip Hammond.
"Kita bisa lihat sekarang, frekuensi dan keparahan dari serangan siber terus meningkat. Dalam tiga bulan pertama NCSC beroperasi, lembaga ini telah menangani serta merespons setidaknya 188 upaya serangan siber," ujar Menteri Keuangan Phillip Hammond seperti dikutip
AFP, Selasa (14/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah menggelontorkan dana sebesar US$2,38 miliar untuk membentuk NCSC, yang digadang sebagai salah satu strategi pertahanan negara dalam menanggulangi ancaman serangan siber asing.
Seiring dengan pembentukan NCSC, pemerintah membuka 100 pos yang akan diisi oleh sejumlah karyawan swasta. Mereka akan dipindahkan sementara dari pekerjaan permanennya untuk menggarap beberapa proyek NCSC.
NCSC dibentuk atas kolaborasi bersama Pusat Perlindungan Infrastruktur Nasional (CPNI) dan Lembaga Komunikasi Intelijen Inggris (GCHQ), yang memiliki peran preventif dalam mengamankan situs-situs serta akun surat elektronik pemerintah.
Kepada
Sunday Times, CEO GCHQ, Ciaran Martin, menuturkan bahwa NCSC tengah mempersiapkan penanggulangan terhadap ancaman serangan siber "kategori 1", yang diperkirakan akan terjadi pada pemerintah cepat atau lambat.
Martin meyakini, Moskow merupakan salah satu ancaman siber bagi London. Ia mengatakan, Negara Beruang Merah itu menargetkan sejumlah lembaga politik dan parlemen pemerintah asing, tak terkecuali Inggris.
"Ini juga dibuktikan dengan mitra internasional kami [Amerika Serikat]. Selama dua tahun terakhir, terjadi beberapa perubahan pola agresi Rusia mengenai serangan siber mereka," katanya.
Menurut Martin, Rusia melakukan serangan siber terhadap pemerintah untuk mencari informasi-informasi penting negara termasuk informasi mengenai kebijakan energi, politik, dan diplomasi negara lain.
Sementara itu, Rusia juga melakukan serangan siber terhadap sejumlah perusahaan untuk mencuri kekayaan intelektualnya.
Tudingan Martin ini muncul setelah komunitas intelijen AS, termasuk Badan Pusat Intelijen Amerika (CIA), membenarkan bahwa Rusia mengintervensi pemilu Negeri Paman Sam yang diselenggarakan 8 November lalu.
Kesimpulan ini mendorong AS menjatuhkan sanksi pada sejumlah perusahaan/lembaga Rusia di akhir masa pemerintahan Presiden Barack Obama.