Jakarta, CNN Indonesia -- Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, memastikan bahwa negaranya akan tetap menerima pengungsi meskipun Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menerapkan regulasi imigrasi untuk menghentikan sementara penerimaan imigran dengan dalih demi keamanan negara.
Hal ini disampaikan langsung oleh Trudeau saat bertemu dengan Trump di Gedung Putih pada Senin (13/2). Ia menegaskan, Kanada akan tetap menerima pengungsi tanpa mengorbankan keamanan warga negaranya.
"Kami selalu memahami menjaga keamanan Kanada merupakan salah satu tanggung jawab dasar pemerintah," ujar Trudeau di Washington seperti dikutip
AFP, Selasa (14/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namun di saat bersamaan, kami juga terus melaksanakan kebijakan kami yang mengutamakan keterbukaan terhadap pengungsi tanpa mengorbankan keamanan nasional," katanya.
Menanggapi pernyataan Trudeau, Trump berkeras membela keputusan perintah eksekutifnya yang juga menghentikan sementara pemberian visa bagi warga dari tujuh negara Muslim tersebut.
Menurut taipan real estate itu, aturan tersebut "masuk akal" untuk menjaga keamanan nasional Amerika dari terorisme. Namun, Trump enggan berkomentar lebih lanjut mengenai apakah kebijakan keterbukaan Kanada pada pengungsi ini lantas mengancam AS.
"Kita tidak pernah bisa benar-benar yakin [dengan keamanan perbatasan AS-Kanada]. [Aturan imigrasi] kami sebenarnya hanya mengambil orang-orang jahat dengan rekam jejak masalah dan mengeluarkan mereka [dari AS]," kata Trump.
Selain isu imigrasi, kedua pemimpin ini juga membahas masalah ekonomi dan perdagangan. Trudeau dan Trump sepakat untuk memperkuat hubungan perdagangan antara Washinton dan Ottawa.
"Amerika sangat beruntung memiliki tetangga seperti Kanada. AS memahami bahwa kedua negara akan lebih kuat lagi jika kita bekerja sama dalam hal perdagangan internasional," ujar Trump.
Pernyataan ini menepis kekhawatiran Kanada terkait nasib kerja sama perdagangan di kawasan Amerika Utara yang tertuang dalam NAFTA.
Pasalnya, semasa kampanye, politikus Republik itu pernah berjanji akan meninjau ulang kesepakatan perjanjian perdagangan bebas yang dinilai "tidak menguntungkan Amerika" itu.