Jakarta, CNN Indonesia -- Noah Feldman, profesor terkemuka dari Sekolah Hukum Harvard, mengatakan klaim Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengaku disadap oleh pendahulunya, Barack Obama, bisa berujung pada pemakzulan.
Feldman menuturkan, jika terbukti palsu, pernyataan tidak berdasar Trump itu akan menjadi skandal besar yang bisa memicu penggulingannya dari kursi presiden.
"Mengingat betapa besarnya kekuasaan eksekutif, tudingan oleh seorang presiden tidak dapat diperlakukan secara asimetris," ungkap Feldman seperti dikutip
The Independent, Kamis (8/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, terlepas benar atau tidak, tudingan ini akan menjadi kontroversi yang sama besar dengan skandal Watergate di masa pemerintahan Richard Nixon, 1972 silam.
"Jika dugaan ini tidak benar dan tidak terbukti, insiden ini tetap akan menjadi skandal besar. Ini adalah sebuah tuduhan yang dilayangkan seorang presiden, yang dapat mencerminkan perilakunya sebagai kepala negara," kata Feldman.
"Terlepas dari benar atau tidaknya kasus ini, presiden memiliki kekuasaan untuk memutarbalikkan demokrasi dengan menuding lawannya sebagai kriminal tanpa pernah membuktikannya," tuturnya.
Feldman menuturkan, seorang presiden memiliki kekebalan hukum yang membuatnya tidak bisa dituntut atas kasus pencemaran nama baik selama masih menjabat.
Karena itu, kepala negara dituntut dan memiliki tanggung jawab untuk selalu bersikap jujur.
"Tuduhan Trump terhadap Obama yang bisa berujung pada pemakzulan, dan mungkin tindakan kriminal, menjadi sesuatu yang lebih serius daripada fitnah," ujarnya.
Tudingan tersebut dilontarkan Trump melalui Twitter pada Sabtu (4/3). Presiden AS ke-45 itu menuduh sang pendahulu telah menyadap teleponnya semasa kampanye pemilu 2016 lalu.
"Gawat! Saya baru saja mengetahui Obama menyadap telepon Trump Tower sebelum saya memenangkan pemilu," kicaunya.
Tak Cukup BuktiDalam kicauannya itu, Trump bahkan menganggap Obama sebagai orang jahat dan rendah karena telah menyadap saluran komunikasinya.
Sejak itu, dia menekan komite intelijen di Kongres untuk menyelidiki dugaan tersebut sebagai bagian dari investigasi intervensi Rusia dalam pemilu AS November lalu.
Meski begitu, Kepala Komite Intelijen Dewan Perwakilan Amerika Serikat Devin Nunes mengaku tak menemukan cukup bukti terkait tudingan Trump ini.
Politikus Partai Republik itu mengatakan, jika pernyataan Trump benar dan didasari bukti, Kongres dan dua kepala dewan intelijen yang dikenal sebagai "Gang of Eight Level" seharusnya telah diberi pengarahan perihal kasus ini.
"Saya belum melihat bukti. Pertanyaan yang lebih besar sebenarnya apakah Trump dan rekanannya benar-benar menjadi target agensi intel atau badan penegak hukum lain," ungkap Nunes dalam konferensi pers seperti dikutip
Reuters, Rabu (8/2).
(aal)