Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Sri Lanka meminta perpanjangan waktu kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menyelidiki dugaan kejahatan perang dalam konflik sipil 37 tahun yang diperkirakan memakan puluhan ribu korban jiwa khususnya etnis minoritas Tamil.
Melalui pernyataan pers, Kementerian Luar Negeri Sri Lanka menyatakan permintaan itu kepada Dewan HAM PBB (UNHRC) karena hendak mencari bukti lain sebelum dilimpahkan kepada Dewan Keamanan PBB yang akan menerapkan sejumlah sanksi.
"Dalam sidang rutin UNHRC ke-34 ini, Sri Lanka berupaya meminta lebih banyak waktu untuk memenuhi komitmen yang tertuang dalan Resolusi 30/1 Dewan HAM PBB pada 2015 lalu," bunyi pernyataan itu seperti dikutip
AFP, Senin (13/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Permintaan Colombo ini datang menyusul laporan 18 halaman UNHRC yang menyatakan kekhawatiran PBB mengenai lambatnya proses penyelidikan yang dilakukan pemerintah Sri Lanka.
Permintaan penyelidikan kepada Sri Lanka ini telah dilayangkan PBB sejak akhir 2015 lalu dan tak kunjung usai.
Pada Oktober 2015, UNHRC mengeluarkan resolusi bagi Sri Lanka dan memberikan batas waktu 18 bulan untuk menuntaskan penyelidikan atas kasus dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan aparat keamanan ini.
Meski PBB mengakui bahwa pemerintahan Presiden Maithripala Sirisena telah membuat sejumlah kemajuan positif mengenai rekonsiliasi konflik ini, organisasi itu tetap memperingatkan bahwa upaya yang dilakukan masih kurang memadai dan minim koordinasi.
Setidaknya 100 ribu orang tewas dalam perang melawan kelompok separatisme ini. Aparat Sri Lanka bahkan diduga telah membunuh setidaknya 40 ribu warga sipil Tamil di masa-masa akhir perang sekitar Mei 2009 lalu.
Meski Sirisena telah menyetujui resolusi tersebut, Colombo dinilai telah gagal menyelidiki kasus ini secara menyeluruh.
Sirisena berkeras menyatakan tidak akan menuntut para prajuritnya, menolak rekomendasi yang diajukan kepala UNHRC Zeid Ra'ad Al Hussein agar Sri Lanka mengadopsi undang-undang yang memungkinkan pemerintah menindak kejahatan perang.
Sirisena, anggota masyarakat mayoritas Sinhala, menerima dukungan dari etnis minoritas Tamil setelah berjanji akan menindak perbuatan kejam militer Sinhala selama ini.
Namun, partai oposisi utama Tamil menilai Sirisena telah gagal menepati janjinya tersebut secara akuntabel.