Mantan Algojo Laporkan Duterte ke Pengadilan Internasional

CNN Indonesia
Rabu, 15 Mar 2017 02:51 WIB
Orang yang mengaku sebagai anggota pasukan algojo Duterte akan melaporkan mantan atasannya itu ke Pengadilan Kejahatan Internasional dalam waktu dekat.
Mengaku mantan algojo Duterte, Edgar Matobato akan melaporkan sang Presiden ke Pengadilan Kejahatan Internasional. (AFP PHOTO/NOEL CELIS)
Jakarta, CNN Indonesia -- Orang yang mengaku sebagai mantan anggota pasukan algojo Presiden Rodrigo Duterte akan segera melaporkan pemimpin Filipina itu ke Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) terkait isu kejahatan kemanusiaan.

Lebih dari 8.000 orang tewas sejak sang Presiden menjabat pada Juni lalu dan meluncurkan kampanye perang melawan narkotik. Sepertiga di antaranya tewas dalam operasi kepolisian dengan alasan mempertahankan diri.

Duterte dan polisi menampik hubungan dengan pembunuhan ribuan orang lainnya. Menurut sejumlah kelompok pemerhati HAM, mereka adalah korban pembantaian di luar hukum, sama dengan yang terjadi di Davao ketika dipimpin Duterte.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejauh ini dua orang sudah mengaku terlibat sebagai bagian pasukan algojo Duterte di hadapan Senat. Para legislator tidak menemukan bukti pengakuan tersebut, sementara pemerintah menyebut mereka mengada-ngada.


Laporan ICC dibuat oleh Edgar Matobato yang keluar dari persembunyiannya pada pekan lalu dan sempat mengaku membunuh lebih dari 50 orang di Davao.

Dalam wawancara di televisi, sebagaimana dikutip Reuters, Selasa (14/4), pengacaranya yang bernama Jude Sabio mengatakan laporan itu akan diajukan antara bulan ini atau April.

"Pembunuhan adalah kejahatan serius. Jika dilakukan sebagai serangan sistematis terhadap populasi sipil, itu menjadi sebuah kejahatan kemanusiaan," kata Sabio.

Selain dia, mantan polisi, Arturo Lascanas, juga mengaku membunuh bersama Matobato. Pekan lalu, dia mengatakan ada lebih banyak saksi yang bisa mencegahnya "dihilangkan."
Pengacara utama Duterte, Salvador Panelo, mengatakan kliennya itu tidak merasa terancam oleh pengadilan internasional manapun.

"Pembunuhan di luar hukum yang terjadi di Filipina dilakukan oleh sindikat narkotik sendiri," ujarnya.

"Presiden tidak berada di belakang kasus ini, begitu juga polisi."

Dalam laporan bulan lalu, Amnesty International menyatakan pembunuhan terkait narkotik ini nampak "sistematis, terencana dan terorganisir" oleh otoritas dan bisa jadi merupakan kejahatan kemanusiaan.
Sejumlah laporan Reuters tahun lalu menunjukkan polisi membunuh 97 persen tersangka dalam operasi narkotik. Ini jadi bukti terkuat bahwa petugas sembarangan menembak sasaran penggerebekannya.

Seorang jaksa ICC pada Oktober lalu mengatakan pengadilan bisa menuntut orang-orang yang diduga terlibat dalam pembunuhan.

Duterte bergeming dan menyebut langkah ICC "tidak berguna."

Ketika ditanya apakah siap masuk penjara, Duterte masih berkeras dirinya memperintahkan polisi untuk membunuh jika nyawanya terancam. Dia menegaskan bertanggung jawab atas tindakan keras yang dilakukan aparat.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER