Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah foto satelit menunjukkan puluhan hangar dan radar berkemampuan tingkat tinggi di pulau buatan milik Beijing di Laut China Selatan sudah hampir beroperasi.
Menurut sejumlah pakar, fasilitas baru ini akan memperkuat dominasi militer China dan membantunya menetapkan zona identifikasi pertahanan udara kontroversial di kawasan sengketa tersebut.
Foto yang dirilis oleh Asia Maritime Transparency Initiative, AMTI, menunjukkan infrastruktur pertahanan yang nyaris rampung di tiga pulau buatan China di Kepulauan Spratly: terumbu Fiery Cross, Mischief dan Subi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Empat Hangar besar telah diselesaikan di Subi, kata AMTI, juga empat lainnya di Fiery Cross. Hangar yang bisa digunakan untuk menyimpan pesawat pengebom sedang dalam tahap penyelesaian di Mischief.
"Tiga pangkalan militer China di Spratly dan satu lagi di Pulau Woody di Paracel bisa memberikan China kemampuan untuk beroperasi di seluruh Laut China Selatan" kata AMTI dalam pernyataan yangd dikutip
CNN, Rabu (29/3).
Setiap pulau tersebut kini mempunyai hangar baru yang bisa menampung 24 pesawat militer, juga beberapa hangar lebih besar yang bisa diisi oleh pesawat pengebom.
Walau penyelesaian fasilitas-fasilitas ini sudah dapat diperkirakan, langkah China ke depannya masih menimbulkan pertanyaan.
"Tidak ada orang yang membangun fasilitas seperti itu dan tidak menggunakannya," kata Ian Storey, seorang peneliti senior di Institute of Southeast Asian Studies Yusof Ishak Institute.
Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri China mengatakan dirinya tidak mengetahui rincian laporan tersebut, tapi menegaskan bahwa Kepulauan Spratly adalah wilayah negaranya.
"Membangun atau tidak membangun peralatan militer relevan di sana, kepulauan itu berada dalam lingkup kedaulatan kami. Menjadi hak kami untuk mempertahankan diri, sebagaimana diakui hukum internasional," kata Hua Chunying.
Fiery Cross, Mischief dan Subi adalah yang terbesar di antara tujuh kepulauan buatan China di Spratly.
China mengklaim sebagian besar Laut China Selatan sebagai wilayahnya, meski berbenturan dengan sejumlah negara Asia Tenggara lain, termasuk Filipina dan Vietnam.