Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Dalam Negeri Turki Suleyman Soylu mengatakan, ledakan yang menggucang markas polisi di Kota Diyarbakir, tenggara Turki, pada Selasa (11/4) adalah murni kecelakaan, yang terjadi saat perbaikan kendaraan lapis baja milik polisi.
Soylu menuturkan, tidak ada pihak eksternal yang terlibat dalam insiden ledakan di kota bermayoritaskan warga Kurdi yang tengah bergejolak itu.
“Tidak ada intervensi pihak luar. Ledakan itu terjadi saat perbaikan kendaraan polisi,” tutur Soylu kepada televisi swasta NTV, seperti dikutip
AFP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ledakan yang terjadi sekitar Selasa pagi itu terdengar hingga ke sejumlah daerah di Kota Diyarbakir. Insiden itu melukai lima orang, salah satu diantaranya, tutur Soylu, mengalami luka serius.
Petugas darurat beserta ambulans bergegas menuju lokasi ledakan. Asap tebal mengepul di sekitar tempat kejadian. Insiden ini dianggap kian menambah kegelisiahan warga Turki yang dalam beberapa hari ke depan akan menggelar referendum konstitusi.
Referendum tersebut berisikan amandemen konstitusi dasar Turki yang akan memperluas kewenangan dan kekuasaan Presiden Recep tayyip Erdogan. Menurut sejumlah pengamat, perubahan konstitusi ini akan mengantar Turki ke arah negara otoriter.
Sementara itu, Diyarbakir dan sejumlah wilayah di tenggara Turki lainnya juga telah lama terpukul oleh bentrokan antara pemberontak suku Kurdi—Partai Pekerja Kurdistan (PKK) dan aparat keamanan.
Padahal, gencatan senjata antara pemerintah dan PKK sebenarnya sudah berlangsung sejak musim panas 2015 lalu, sebelum akhirnya gagal akibat bentrokan sekitar Juli tahun lalu.
Sejak saat itu, kekerasan kian meningkat, termasuk dengan serangan udara ke markas-markas PKK di utara Irak.
PKK sendiri sudah dikategorikan sebagai organisasi teroris oleh Turki, Uni Eropa, dan Amerika Serikat.
Sejak 1984, PKK menggencarkan pemberontakan menentang pemerintah Turki, di mana sekitar 40 ribu orang tewas dalam bentrokan tersebut.