Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson melakukan lawatan ke Rusia, Rabu (12/4). Dia dijadwalkan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov. Namun, pertemuannya dengan Putin masih belum jelas.
Dalam pertemuan itu, Tillerson akan meminta Rusia menjauhkan diri dari Assad dan Iran, serta memindahkan loyalitas pada Barat serta Arab, untuk mencari solusi politik yang lebih baik bagi Suriah.
Momen kunjungan Tillerson ke Moskow, bertepatan dengan meruncingnya hubungan Washington-Kremlin, terkait Suriah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tillerson adalah pejabat AS pertama yang mengunjungi Moskow sejak Presiden Donald Trump menjabat. Tujuan awal lawatan Tillerson adalah menjalin kerjasama antiteroris dengan Rusia, namun saat ini hubungan kedua negara justu tengah merenggang, menyusul serbuan mendadak AS ke Suriah, yang merupakan sekutu dekat Rusia.
AS, yang meyakini rezim Assad berada di balik serangan senjata kimia ke Khan Sheikhun, provinsi Idlib, Selasa pekan lalu, melakukan intervensi dengan menembakkan 59 rudal Tomahwak ke pangkalan udara Shayrat di Homs, yang dekat dengan Damaskus.
Rusia, bersama Iran, yang merupakan sekutu dalam mengatasi perang sipil yang pecah 6 tahun lalu, bereaksi keras atas intervensi AS. Rusia juga terus menyanggah keterlibatan rezim Assad dalam serangan kimia di Idlib.
Sebelumnya, dalam komentar yang disiarkan di televisi, Presiden Vladimir Putin tidak hanya menekankan dukungannya pada Assad, melainkan juga menyiratkan adanya serangan dari pemberontak Suriah yang bisa memicu intervensi AS.
Putin juga mengatakan Moskow ingin melihat secara menyeluruh investigasi atas serangan senjata kimia ke Khan Sheikhun yang dilakukan PBB, sekaligus membantah tuduhan AS, yang mengingatkan dunia akan serangan menggunakan senjata pembunuh massal saat invasi Rusia ke Irak 2003 silam.
Di sisi lain, kedekatan Rusia dan Suriah itu membuat dunia jengah. Pasalnya, Barat yakin Assad merupakan penjahat perang dan harus dilengserkan.
“Tidak ada keraguan rezim Assad bertanggung jawab atas serangan itu,” ujar John Mattis, Pemimpin Pentagon, dalam konferensi pers pertamanya.
Dia juga menegaskan bahwa penggunaan senjata kimia lainnya di masa depan akan berimbas pada tindakan tegas AS. “Jika mereka menggunakan senjata kimia, mereka akan membayar harga yang sangat, sangat mahal.”
Sementara itu, hari ini, Rabu (12/4), Dewan Keamanan PBB melakukan voting resolusi yang menuntut Suriah bersikap kooperatif dalam penyelidikan serangan senjata kimia di Idlib. Rusia disebut akan memveto resolusi tersebut.