Menilik Kemungkinan Le Pen Kalahkan Macron

CNN Indonesia
Selasa, 25 Apr 2017 13:51 WIB
Kandidat ekstrem-kanan, Marine Le Pen, masih bisa meraup suara tambahan untuk memenangkan pemilu Perancis putaran kedua. Seberapa mungkin hal itu terjadi?
Marine Le Pen menempati posisi kedua dalam pemilu Perancis putaran pertama. (REUTERS/Robert Pratta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kandidat presiden Perancis berhaluan ekstrem-kanan, Marine Le Pen, menempati urutan kedua dalam pemilihan putaran pertama dan akan bertarung melawan Emmanuel Macron di putaran selanjutnya. Meski kini pentolan partai Front Nasional itu kalah tipis dari rivalnya, hasil pemungutan suara lanjutan nanti mungkin berkata lain.

Seolah belum lama Le Pen naik panggung untuk menyapa para pendukungnya, kini sistem politik negara itu sudah bergerak untuk menentangnya. Ketika dia bilang "ini waktunya untuk membebaskan Perancis dari para elite arogan," orang-orang yang dia hina menyalurkan dukungannya kepada sang lawan yang merupakan politikus moderat.

Seiring para pendukung gerakan "En Marche" Macron bersorak, baik partai Republik yang mendukung Francois Fillon maupun Sosialis yang mendukung Benoit Hamon meminta para kadernya untuk mengalihkan dukungan ke Macron.
Dukungan mereka, secara teoritis, bisa membuat kemenangan Le Pen dalam pemilu hampir mustahil. Macron, berusia 39 tahun, mungkin dengan mudah menjadi pria termuda yang pernah memimpin Perancis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejumlah survei pun mengatakan demikian. Sebelum putaran pertama berakhir, jajak pendapat menunjukkan Macron akan mendominasi putaran kedua dengan perolehan suara nyaris 60 persen.

Kemenangan Macron dalam pemungutan suara dua hari lalu pun sudah diperkirakan oleh lembaga survei. Dengan demikian, dapat dikatakan hasil ini tidak jadi kejutan karena jajak pendapat di Perancis sudah berulang kali terbukti akurat.

Kejutan sesungguhnya di sini adalah penolakan rakyat Perancis terhadap dua partai utama dan memuncaknya dukungan untuk Macron yang tidak diusung partai tradisional.
Partai Republik mesti tersingkir setelah kandidatnya, Francois Fillon, terjerat skandal gaji palsu anak dan istri. Di sayap kiri, partai sosialis yang kini sedang berkuasa pun tidak meraih hasil yang memuaskan bersama kandidatnya Benoit Hamon.

Hasil ini menunjukkan bagaimana warga Perancis menginginkan perubahan. Negara ini kini dilanda masalah pengangguran, ekonomi stagnan, masalah keamanan dan masih terpecah belah. Pemerintah disulitkan dengan masalah imigrasi dan integrasi.

Menurut analisis CNN, faktor ini menguntungkan Le Pen. Banyak pendukungnya semakin diasingkan oleh para "elite politik." Di sisi lain, Macron yang memproyeksikan diri sebagai masa depan Perancis, seorang pria muda dan ambisius yang ingin negaranya tetap terbuka dan menjadi jantung Uni Eropa, pun menarik banyak suara.

Namun, bukan berarti suara yang sudah dia raup tidak terancam kembali raib. Yang perlu diperhatikan Macron saat ini adalah kemungkinan para pendukung yang tidak memilihnya di putaran pertama untuk memilih Le Pen di putaran selanjutnya.
[Gambas:Video CNN]
Satu-satunya kandidat teratas yang menyatakan tidak akan mendukung Macron adalah Jean-Luc Melencon, kandidat sayap kiri yang menempati posisi keempat di putaran pertama.

Selain itu, Macron pun akan mengalami kesulitan jika banyak pendukung Melenchon tidak memberikan suaranya di putaran kedua dan lebih memilih abstain.

Namun, bercermin dari pencalonan Jean-Marie Le Pen, ayah Marine sekaligus pendiri Partai Front Nasional, pada 2002 lalu, kemungkinan warga Perancis akan bersatu untuk mencegah politikus ekstrem kanan untuk menguasai Perancis.

Dominic Thomas, profesor kajian Perancis di UCLA, mengatakan banyak warga Perancis akan merasa "diperas secara moral" untuk memilih Macron dalam rangka mencegah Le Pen menempati kursi kekuasaan.
Untuk mencegah hal ini, Le Pen mesti membujuk warga yang belum menentukan pilihan secara mantap atau swing voter, seperti mereka yang sempat mendukung Fillon di putaran pertama. Le Pen mesti meyakinkan mereka bahwa dirinya adalah politikus yang lebih baik ketimbang si pendatang baru.

Faktor eksternal seperti skandal yang sempat menyinggung Macron atau serangan teror belum lama ini bisa saja mendorong perolehan suara Le Pen. Namun, bagaimanapun dia tetap menjadi calon yang tidak dijagokan.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER