Transformasi 100 Hari Trump: Dari Anak Nakal ke Polisi Dunia

CNN Indonesia
Sabtu, 29 Apr 2017 17:15 WIB
Bak anak nakal, semula Trump seolah menentang sistem global yang berjalan sejak PD II. Namun, peran AS sebagai polisi dunia tetap tak bisa ia tepikan.
Ketika mulai menjabat, Presiden Donald Trump bak anak nakal yang menentang sistem. (Reuters/Carlos Barria)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Donald Trump berjanji akan mengedepankan Amerika Serikat, menentang konstruksi global pasca-Perang Dunia II yang menempatkan Negeri Paman Sam sebagai polisi dunia.

Selama kampanye, Trump mengatakan Amerika tidak bisa terus-menerus mengintervensi urusan negara-negara asing dan menjaga ketertiban internasional. 

Bak anak nakal, dia juga menunjukkan sikap keras dan pernyataan kontroversial terhadap sejumlah hubungan kunci di Eropa dan Asia, pakta perdagangan, organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa, bahkan sekutu Amerika seperti Meksiko.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, sejak dilantik, Trump secara perlahan mulai berubah haluan.
Sang Presiden populis kini mulai merangkul NATO, menguatkan kembali hubungan dengan para sekutunya, menegakkan norma internasional melawan senjata kimia di Suriah dan mengirim lebih banyak pasukan untuk membantu menyelesaikan konflik global.

Selama 100 hari menjabat sebagai orang paling penting di AS, Trump tampaknya mulai menyadari perannya dalam politik dunia.

Dia pun menjalankan peran tradisional presiden AS dalam kebijakan luar negeri selama ini, yakni menjadi pelindung utama bagi sistem itu sendiri.

"Dia berubah 180 derajat," kata James Jeffrey, mantan duta besar Amerika untuk Irak dan Turki, dikutip CNN. "Dan dalam beberapa hal, perubahan itu baik."
Sejumlah analis menyebut beberapa faktor berperan dalam perubahan ini, termasuk kenyataan yang dihadapi dalam peristiwa global, tawaran dari pemimpin negara-negara asing dan mulai masuknya para ahli hubungan luar negeri di kabinet Trump.

Namun, beberapa pihak memperingatkan bahwa sang Presiden--dengan pengalaman minim dalam bidang hubungan luar negeri dan ratusan posisi staf keamanan nasional yang masih belum diisi--adalah seorang pemimpin reaktif sekaligus taktis yang masih belum mempunyai visi strategis.

Bahkan, dia lebih suka mengungkapkan pikirannya melalui serentetan pernyataan 140 karakter di Twitter.

Para analis juga menyoroti fakta bahwa banyak masalah yang membayangi kepresidenan Trump beberapa bulan belakangan ini terkait dengan hubungan orang-orang dekatnya dengan entitas global. Hal ini bisa merugikannya. 
Biro Investigasi Federal atau FBI menyelidiki apakan ada koordinasi yang dilakukan antara Trump dan Moskow ketika Rusia diduga meretas organisasi Partai Republik untuk menguntungkan kandidat Republik pada 2016 lalu. 

Penasihat keamanan Trump, Michael Flynn, mesti mundur dari jabatan setelah kedapatan berhubungan lewat telepon dengan duta besar Rusia, sementara dugaan pekerjaannya sebagai agen ganda selama transisi pemerintahan masih memancing kritik.

Heather Conley, Direktur Program Eropa di Center for Strategic and International Studies (CSIS), mengatakan hal ini pasti menggoyahkan optimisme pengamat mana pun yang berpikir Trump bakal mengadopsi pendekatan standar di bidang hubungan luar negeri. 

"Kita menghibur diri sendiri dan beranggapan bahwa hal ini normal, tapi kita harus melawan pandangan itu," ujarnya. 

Namun, perlu juga dicatat bahwa setiap presiden memerlukan waktu untuk belajar.

Jadi Polisi Dunia

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER