Transformasi 100 Hari Trump: Dari Anak Nakal ke Polisi Dunia

CNN Indonesia
Sabtu, 29 Apr 2017 17:15 WIB
Bak anak nakal, semula Trump seolah menentang sistem global yang berjalan sejak PD II. Namun, peran AS sebagai polisi dunia tetap tak bisa ia tepikan.
Dalam 100 hari, Trump justru mulai menjalankan perannya sebagai polisi dunia. (Reuters/Jonathan Ernst)
"Tidak ada sekolah untuk presiden," kata Aaron David Miller, mantan negosiator perdamaian Timur Tengah untuk Kementerian Luar Negeri yang kini bekerja di Wilson Center. "Masalahnya bagi saya adalah, apakah dia belajar? Itu pertanyaan utamanya."

Namun, Miller dan Jeffrey sama-sama menyoroti fakta bahwa Trump telah mengumpulkan penasihat berpengalaman, terutama Menteri Pertahanan James Mattis dan penasihat keamanan nasional HR McMaster.

"Mereka sangat percaya pada sistem, dan kita harus percaya pada sistem karena alternatifnya hanya kekacauan," kata Jeffrey.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Trump telah menunjukkan kemauan untuk menghormati mereka, kata Miller menambahkan.
Sebelum terpilih, Trump mendukung kekerasan dalam pemeriksaan narapidana. Setelah menjabat, dia berputar haluan, mengaku diberi tahu oleh Mattis bahwa pemeriksaan dengan "sebungkus rokok dan beberapa gelas bir" kerap lebih ampuh untuk mengorek informasi.

Trump akhirnya mengandalkan kekuatan militer untuk menyelesaikan sejumlah perselisihan global, mulai dari mengirimkan kapal induk USS Carl Vinson ke Semenanjung Korea, menjatuhkan bom terbesar yang ada di gudang senjatanya ke Afghanistan, hingga meluncurkan peluru kendali Tomahawk ke Suriah.

Namun, di saat yang sama, dia juga mulai bergerak untuk memangkas anggaran Kementerian Luar Negeri secara drastis. 

"Semua orang terfokus pada serangan Tomahawk, perselisihan dengan Korea Utara," kata Christine Wormuth, mantan wakil menteri keamanan di pemerintahan Obama. "Tapi itu hanya respons taktis. Pada akhirnya pemerintahan Trump mesti punya strategi nyata dan di sana harus ada komponen diplomatik." 
Awal bulan ini, Trump menyinggung perbedaan antara berkampanye dengan berinteraksi secara nyata di dunia. 

Salah satu tantangan paling beratnya saat ini bisa jadi soal Korea Utara, yang siap melaksanakan uji coba nuklir keenam dan mengancam akan menghantam Amerika Serikat dengan senjata mematikannya. Trump ingin China membantunya mengatasi masalah tersebut.

"Bagaimana mungkin saya menyebut China sebagai manipulator mata uang ketika mereka bekerja sama dengan kita mengatasi masalah Korea Utara?" tulisnya lewat Twitter, merujuk pada pernyataan terdahulu sekaligus menunjukkan perubahan pandangan terhadap Beijing.

Para pemimpin negara asing juga bermain peran dalam hal ini, kata Jeffrey, terutama Presiden Israel Benjamin Netanyahu dan para pemimpin negara-negara Teluk seperti Arab Saudi.
"Sistem ini memberikan mereka keuntungan," kata Jeffrey merujuk pada konstruksi global yang mengandalkan peran Amerika dalam menegakkan ketertiban global. 

Mereka "cemas" menghadapi presiden "yang datang dan menghina segala hal begitu saja."

"Lalu mereka berdatangan ke Washington dan memohon, 'jadilah polisi dunia'." 

"Dia pun sepakat."


HALAMAN:
1 2
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER