Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Republik Indonesia dan Filipina sepakat membentuk kelompok kerja gabungan untuk memberantas terorisme tahun ini.
Rencana ini dibahas dalam pertemuan bilateral antara Presiden RI, Joko Widodo, dan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, di Manila, Jumat (28/4).
Dalam pembicaraan tersebut, kedua kepala negara membicarakan perluasan penerapan nota kesepahamaan di bidang kerja sama kontra-terorisme yang diteken pada 2014 lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain membentuk pokja tersebut, upaya perluasan kerja sama kontra-terorisme itu juga akan diwujudkan dalam peningkatan informasi intelijen.
"Memperluas MoU di tahun 2014 di bidang kerja sama kontra terorisme dan memperkuat kerja sama informasi intelijen," ujar Jokowi sebagaimana tertera dalam siaran pers yang dilansir di
situs resmi Sekretariat Kabinet RI.
Isu terorisme sejak awal memang sudah diagendakan akan menjadi fokus pembicaraan kedua pemimpin negara.
Sebelumnya, juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, mengatakan bahwa Jokowi akan menekankan pembahasan perlindungan WNI di Filipina saat bertemu dengan Duterte.
Arrmanatha mengatakan, Jokowi juga akan meminta Duterte membantu proses pembebasan tujuh WNI yang hingga kini masih disandera oleh kelompok militan Abu Sayyaf di selatan Filipina.
Selain isu perlindungan WNI, lanjut Arrmanatha, isu keamanan maritim juga akan diangkat Presiden Jokowi dalam pertemuan kenegaraan tersebut.
Jokowi juga meresmikan pembukaan jalur pelayaran perdagangan baru yang tertuang dalam Joint Declaration on the Establishment of Sea Connectivity.
Jalur pelayaran Ro-Ro Davao-General Santos-Bitung ini diharapkan dapat mempersingkat jarak tempuh antara kedua negara.
“Dengan pengurangan waktu tempuh perdagangan laut ini diharapkan bisa mempererat perdagangan Filipina-RI, karena jalur ini bisa dilalui kapal kargo yang mampu mengangkut hingga 500 kontainer sekali jalan,” tutur Direktur Kerja Sama Intrakawasan dan Antarkawasan Asia Pasifik dan Afrika, Benyamin Scott Carnadi.