Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Amerika Serikat Donald Trump menambah satu lagi daftar 'profesi' sampingannya. Selain jadi polisi dunia, kini Trump berupaya jadi agen perdamaian antara Israel-Palestina, dengan mengundang Presiden Palestina Mahmoud Abbas, ke Gedung Putih.
Usai menjamu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Februari lalu, Trump akan akan bertemu Abbas untuk pertama kalinya, hari ini, Rabu (3/5).
“Tujuan utama Presiden Trump adalah perdamaian bagi kedua negara,” ujar Sekretaris Pers Gedung Putih Sean Spicer, sebagaimana dilaporkan
AFP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Upaya perdamaian rumit, yang telah memusingkan Presiden AS sejak tahun 1970an itu, dimulai dengan buruk saat Trump terpilih menggantikan Barack Obama.
Trump mengumumkan dukungan AS terhadap kedaulatan Palestina dan akan memindahkan kedutaan besar AS ke Yerusalem, mengingkari dua kebijaksanaan yang teguh dipegang negara adidaya itu selama puluhan tahun.
Pada Selasa (2/5), Wakil Presiden AS Mike Pence mengatakan Trump masih ‘mempertimbangkan secara serius’ pemindahan kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Kepindahan itu tentu akan memicu kemarahan Palestina dan secara pribadi dilihat banyak pihak di Israel dan AS sebagai hal yang tidak perlu.
Di saat yang bersamaan, Trump juga meminta Israel menghentikan pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat, yang menjadi keprihatinan bangsa Palestina dan komunitas internasional.
Pence juga menegaskan Trump secara personal berkomitmen menyelesaikan konflik Israel dan Palestina.
“Momentum sedang terbangun dan niat baik tengah tumbuh,” kata Trump saat peringatan Hari Kemerdekaan Israel di Gedung Putih.
Tak Didukung WargaDi sisi lain, perjalanan Abbas ke Washington juga mendapat cibiran dari masyarakatnya, dengan
polling menyarankan agar presiden berusia 82 tahun itu mengundurkan diri.
Seharusnya, masa kepemimpinan Abbas berakhir pada 2009 lalu, namun dia tetap menduduki kursi presiden tanpa adanya pemilu.
Abbas berharap Trump bisa menekan Israel untuk berkompromi, yang dia yakini diperlukan guna menyelamatkan dua negara yang memiliki konflik terlama di dunia.
Pejabat Palestina menyebut upaya perdamaian dengan Israel terus dibayangi keprihatinan dunia terhadap perang sipil di Suriah dan kelompok militan ISIS. Mereka ingin agar Pemerintahan Trump memprioritaskan konflik Israel-Palestina.
Ilan Goldenberg dari Center for New American Security berpendapat, pertemuan tersebut merupakan pertanda bahwa "pendekatan Trump terhadap konflik Israel-Palestina lebih konvensional daripada yang diperkirakan orang”.
“Pertanyaan besarnya sekarang, apa yang ingin Trump capai di pertemuan pertama ini. Jika dia memaksa dan mencoba memulai kembali negosiasi, dia akan gagal,” papar Goldenberg.
“Trump dan timnya harus fokus pada langkah-langkah tambahan untuk memperbaiki situasi di lapangan, mempertahankan kemungkinan solusi dua negara di lain waktu, dan menetapkan persyaratan untuk negosiasi di masa depan.”
Abbas dan Trump bercakap di telepon pada 11 Maret lalu dan tercetus bahwa ayah Ivanka Trump itu bisa mengunjungi Timur Tengah bulan ini. Tapi, Trump lebih memilih mengundang Abbas ke AS.
Rasa tidak percaya yang kuat antara Palestina dan Israel, akan menjadi penghalang utama bagi Trump ciptakan perdamaian antara kedua negara.