Memprediksi Perubahan Perancis di Tangan Presiden Baru

CNN Indonesia
Minggu, 07 Mei 2017 12:49 WIB
Siapapun presiden Presiden terpilih, baik itu Emmanuel Macron atau Marine Le Pen, akan membawa haluan baru soal kebijakan luar negeri, terutama Uni Eropa.
Pemerintahan Perancis di tangan presiden baru akan melahirkan kebijakan luar negeri yang berbeda. (REUTERS/Benoit Tessier)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemilu Perancis akan mencapai puncaknya, hari ini, Minggu (7/5), dimana warga akan menentukan pilihan kepala negara mereka.

Emmanuel Macron, kandidat berhaluan tengah yang pro-Uni Eropa masih diunggulkan, kendati dibayangi isu peretasan masif. Sementara, rivalnya, Marine Le Pen, juga tidak bisa dianggap enteng.

Le Pen didukung dua anggota parlemen dan puluhan senat, sementara Macron tidak punya ‘bekingan’ di dua lembaga legislatif itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meskipun demikian, siapapun pemenang pemilu kali ini, Perancis dipastikan punya haluan baru, terutama soal kebijakan luar negeri. Pasalnya, kedua kandidat punya pandangan berbeda soal urusan ini.

Masa depan Perancis di Uni Eropa menjadi arena pertarungan utama kedua capres selama kampanye. Le Pen menyebut Uni Eropa akan ‘mati’ dan bersumpah melakukan ‘Frexit’, alias referendum untuk mengeluarkan Perancis dari organisasi internasional itu.


Selain itu, Le Pen juga menginginkan Perancis kembali jadi negara berdaulat dan akan mengembalikan mata uang franc. Dia juga berkeras Perancis meninggalkan Schengen, zona bebas visa Eropa.

Sebaliknya, Macron ingin Perancis lebih berperan di Uni Eropa dan berniat memperkuat mata uang euro. Guna memperjelas niatnya, Macron sudah menemui Kanselir Jerman, Angela Merkel.

Macron juga merencanakan anggaran keuangan baru bagi zona euro, selain mengusulkan adanya parlemen dan menteri keuangan tersendiri untuk zona euro.

Jerman dan Rusia diprediksi akan memiliki pengaruh kuat dalam pemerintahan baru Perancis. Jerman dan Rusia diprediksi akan memiliki pengaruh kuat dalam pemerintahan baru Perancis. (Reuters/Aleksey Nikolskyi/Kremlin)
 Kedua kandidat pun punya visi berbeda soal Brexit. Menurut Macron, Perancis seharusnya bisa melihat kesulitan yang dihadapi Inggris ketika memutuskan keluar dari Uni Eropa.

“Apa yang dialami Inggris sekarang menunjukkan bahwa Brexit tidaklah seperti berjalan-jalan di taman,” kata Macron dalam kampanye finalnya di selatan Perancis, Kamis (4/5), dikutip AFP.

Le Pen, di sisi lain, mengacungkan jempol atas keputusan Inggris bercerai dari Uni Eropa. Dia menyebut hal itu sebagai ‘mengambil alih kendali atas takdir’.


Hubungan Perancis dengan Rusia pun dipastikan akan berubah usai pemilu. Jika Le Pen menang, Rusia dijamin menjadi sekutu dekat negara terbesar ke-dua di Eropa itu. Moskow akan menjadi pembisik Paris soal terorisme dan kebijakan lain di percaturan politik dunia.

Hal itu terlihat dari langkah kontroversial Le Pen menemui Presiden Rusia, Vladimir Putin, saat kampanye Maret lalu. Le Pen menyebut Putin adalah representasi ‘pandangan baru’ di dunia.

Sementara Macron bersebrangan dengan keputusan Putin soal Crimea dan mendukung Amerika Serikat serta negara Barat lainnya soal penggulingan pemimpin Suriah Bashar al-Assad, yang punya dukungan penuh dari Kremlin.

Pun soal Amerika Serikat. Le Pen adalah pemimpin partai politik Perancis pertama yang memberi ucapan selamat pada Donald Trump saat terpilih menjadi presiden AS. Le Pen menyebut pandangan Trump soal mengutamakan Amerika serupa dengan gagasan ‘French First’ yang dia usung.

Macron menyebut dia akan bekerjasama dengan AS, terutama soal informasi intelijen dan penanggulangan terorisme. Tapi, dia juga mendesak agar Trump memgikuti komitmen Obama memerangi pemanasan global.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER