Jakarta, CNN Indonesia -- Senat Filipina menyetujui darurat militer yang dicanangkan oleh Presiden Rodrigo Duterte pekan lalu, setelah bentrokan besar antara militer dan kelompok militan Maute di Marawi.
"Dengan ini, Senat memberikan dukungan penuh terhadap Proklamasi No.126 dan tidak menemukan alasan jelas untuk mencabutnya," demikian bunyi pernyataan Senat Filipina, sebagaimana dilansir
Inquirer, Selasa (30/5).
Keputusan ini diambil setelah 15 dari 23 senator Filipina menandatangani resolusi yang menyatakan bahwa darurat militer tersebut sesuai dengan konstitusi dan tak ada alasan untuk mencabutnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam resolusi tersebut, Senat mengakui bahwa kantor kepresidenan sudah menyampaikan laporan mengenai "Dasar fakta dan hukum mengenai pemberlakuan darurat militer di Mindanao."
Sejumlah alasan yang dikemukakan oleh pemerintah dalam laporan tersebut adalah serentetan serangan oleh Maute dan beberapa upaya kelompok militan itu untuk merebut fasilitas umum.
Pada puncaknya, laporan itu menyatakan bahwa kelompok Maute mulai mengibarkan bendera hitam yang merupakan lambang kelompok militan ISIS.
Merujuk Pasal 134 Hukum Pidana Filipina, resolusi Senat itu menyatakan bahwa tindakan Maute merupakan, "upaya untuk melepaskan diri dari pemerintahan Filipina, bagian dari Mindanao."
Dengan restu dari Senat, Duterte memiliki kekuatan lebih besar untuk menerapkan darurat militer.
Situasi ini dideklarasikan setelah terjadi pertempuran sengit ketika militer Filipina melancarkan operasi untuk menangkap pemimpin kelompok Abu Sayyaf, Isnilon Hapilon, pekan lalu.
Hingga kini, bentrokan itu sudah menewaskan 61 militan maute, 20 personel militer pemerintah, dan 19 warga sipil.