Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa yang beranggotakan 193 negara memilih lima negara sebagai anggota baru Dewan Keamanan PBB, Jumat (2/6). Kelima negara tersebut yaitu Pantai Gading, Guinea Ekuatorial, Kuwait, Peru dan Polandia. Mereka mulai bertugas pada 1 Januari 2018 untuk periode dua tahun.
Sementara, Belanda terpilih menjadi anggota Dewan Keamanan selama satu tahun, menggantikan Italia untuk berbagi masa keanggotaan dua tahun. Pemungutan suara terkait kedua negara itu pada tahun lalu mengalami kebuntuan. Mereka setuju menetapkan Italia menjadi anggota pada 2017, sementara Belanda pada tahun berikutnya.
Semua negara yang mencalonkan diri menjadi anggota Dewan Keamanan PBB tidak ada yang menentang. Namun masing-masing negara membutuhkan lebih dari dua pertiga suara keseluruhan untuk mendapatkan kursi keanggotaan.
Pantai Gading memperoleh 189 suara, Guinea Ekuatorial 185, Kuwait 188, Peru 186, Polandia 190 dan Belanda 184 suara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dewan Keamanan PBB terdiri dari 15 negara, yaitu lima anggota tetap dan sepuluh anggota tidak tetap yang setiap tahunnya dipilih lima negara. Kelima negara anggota tetap yang memiliki hak veto (menolak) itu adalah Amerika Serikat, Inggris, Prancis, China dan Rusia.
Dewan Keamanan adalah satu-satunya badan PBB yang dapat membuat keputusan mengikat dan memiliki kekuasaan untuk menjatuhkan sanksi serta memerintahkan pengerahan kekuatan.
Untuk memastikan keterwakilan kawasan di Dewan Keamanan, lima dari sepuluh kursi keanggotaan tidak tetap dibagikan untuk negara-negara Asia dan Afrika, satu untuk Eropa Timur, dua untuk Amerika Latin dan Karibia, serta dua untuk Eropa Barat dan negara lainnya.
Kelompok negara kawasan biasanya menyepakati calon yang akan dimajukan dan jarang ada kompetisi untuk mendapatkan kursi. Namun, kalangan pegiat hak asasi manusia mengatakan mekanisme itu merupakan "masalah serius".
"Negara-negara anggota harus bisa memilih apakah mereka mempercayai negara seperti Guinea Ekuatorial untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional," ujar Direktur Human Rights Watch PBB, Louis Charbonneau, seperti dikutip Reuters.
Guinea Ekuatorial dianggap sebagai negara yang melecehkan para pembela hak-hak asasi manusia dan kelompok-kelompok sipil. Negara ini, kata Louis, juga dinilai kerap melakukan penahanan secara sewenang-wenang.
Namun Pemerintah Guinea Ekuatorial membantah tuduhan-tuduhan menyangkut korupsi dan pelanggaran hak-hak asasi manusia.