Jakarta, CNN Indonesia -- Korea Utara mengklaim otoritas Amerika Serikat telah menyita sebuah paket diplomatik yang dibawa delegasi negaranya di Bandara Internasional John F Kennedy, New York, pada Jumat pekan lalu. Pyongyang meminta penjelasan Washington soal tindakan yang mereka sebut sebagai provokasi terorganisir tersebut.
“Ketika para diplomat menolak untuk memberikan paket itu, mereka [otoritas AS] merampas paket tersebut menggunakan kekerasan fisik,” bunyi laporan
KCNA yang dilansir kantor berita Korsel,
Yonhap, Selasa (20/6).
Berdasarkan laporan kantor berita Korut,
KCNA, yang mengutip kementerian luar negeri negara itu, otoritas AS merampas sebuah paket dari delegasinya di Bandara JFK saat hendak kembali ke Pyongyang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, Korut menyebut paket tersebut telah disertakan sertifikat kurir diplomatik yang valid.
Delegasi Korut itu dilaporkan berada di New York untuk menghadiri konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Hak Penyandang Disabilitas beberapa hari sebelumnya.
Merespons kejadian ini, Korut menganggap insiden itu sebagai contoh sikap permusuhan AS terhadap rezim pemerintahannya. Negara itu juga menganggap tindakan AS itu seperti gangster.
“Tindakan perampasan oleh AS ini menggambarkan kepada dunia seberapa semberono dan tercelanya kebijakan permusuhan AS terhadap Korut,” bunyi artikel KCNA seperti dikutip
CNN.
“AS perlu merenungkan tindakan semberononya ini dan menyadari sepenuhnya konsekuensi atas langkahnya ini,” kantor berita itu menambahkan.
Merujuk pada Konvensi Wina Tahun 1961, kurir diplomatik memang terbebas dari segala bentuk penangkapan atau penahanan. Selain itu, setiap paket diplomatik harus memiliki status yang valid, sehingga barang tersebut kebal terhadap penyitaan dan pemeriksaan apapun.
Konvensi internasional itu juga menyebut setiap individu yang membawa paket diplomatik tersebut harus memiliki akreditasi diplomatik yang jelas.
Sementara itu, Kementerian Pertahanan Nasional AS (DHS) mengonfirmasi bahwa delegasi yang terdiri dari tiga pejabat Korut itu tak memegang status diplomatik. Karena itu, ketiga warga Korut beserta paket yang dibawanya tak memiliki kekebalan dan perlindungan diplomatik apapun.
DHS mengatakan, pihaknya tak menahan delegasi negara paling terisolasi itu. Meski begitu, DHS tidak mengizinkan warga Korut tersebut untuk menaiki pesawat mereka.
“Saat DHS hendak menyita sejumlah barang dan paket dari beberapa warga Korut, mereka berusaha mencegahnya menggunakan kekuatan fisik namun dicegah oleh petugas DHS di bandara. Kekerasan fisik dikaporkan dimulai oleh warga Korut tersebut,” bunyi pernyataan DHS.
Insiden antara Pyongyang dan Washington ini terjadi berselang beberapa hari setelah Korut membebaskan Otto Warmbier, seorang mahasiswa AS yang telah ditahan rezim Kim Jong-un selama 17 bulan.
Warmbier sebelumnya didakwa 15 tahun penjara dan kerja paksa lantaran dituding mencuri spanduk propaganda Korut saat berkunjung ke negara itu sekitar awal 2016 lalu.
Meski bebas, Mahasiswa 22 tahun itu pulang ke Negeri Paman Sam pada Rabu (14/6) lalu dalam keadaan koma dan akhirnya meninggal hari ini.
Dokter yang memeriksa Warmbier di AS menyebut dia menderita kerusakan otak parah dan tidak responsif terhadap pengobatan.