TKI Ilegal di Malaysia Enggan Ikut Pemutihan karena Mahal

Riva Dessthania Suastha | CNN Indonesia
Jumat, 07 Jul 2017 16:46 WIB
Kementerian Luar Negeri RI menyebut para TKI Ilegal yang bekerja di Malaysia enggan ikut program pemutihan karena harus mengeluarkan biaya lebih banyak.
Ilustrasi TKI di Malaysia. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Jakarta, CNN Indonesia -- Meski Malaysia telah meluncurkan sejumlah program pengentasan Pendatang Asing Tanpa Izin (PATI)—perekrutan kembali (rehiring) dan pemulangan sukarela (voluntary deportation)—nyatanya masih banyak jumlah pekerja asing ilegal, khususnya tenaga kerja asal Indonesia, yang enggan mengikuti program tersebut.

Salah satu faktornya, menurut Kementerian Luar Negeri RI adalah proses yang rumit dan banyaknya calo yang menyebabkan para TKI tersebut harus mengeluarkan biaya lebih banyak. Demikian disampaikan Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Lalu Muhammad Iqbal.

“Animo TKI ilegal untuk ikut program pemutihan melalui rehiring ataupun voluntary deportation ini tidak terlalu tinggi. Salah satu yang dikeluhkan para TKI ilegal ini adalah proses rumit, biaya mahal lantaran banyak calo. Mereka juga belum tentu lolos rehiring,” kata Iqbal di kantornya, Jakarta, Jumat (7/7).
“Padahal Kemlu RI sudah kirim tiga tim ke KBRI di Kuala Lumpur untuk membantu para WNI ini mempercepat pemenuhan syarat-syarat rehiring, tapi animo para WNI tetap rendah,” katanya menambahkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan data Kemlu RI, sekitar 2,5 juta TKI berbasis di Malaysia. Selain itu, dari sekitar 2,5 juta PATI di Malaysia, 54 persennya berkewarganegaraan Indonesia.

Sejauh ini, laporan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga kerja Indonesia (BNP2TKI) memaparkan hanya ada 7,7 persen TKI ilegal yang ikut program pemulangan sukarela atau voluntary deportation.

Sementara itu, menurut Data Kementrian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, hanya sekitar 161 ribu PATI yang ikut program rehiring di Malaysia, 13 ribu diantaranya adalah TKI. Padahal, target pemerintah Malaysia adalah sebanyak 600 ribu PATI.
Iqbal menjelaskan, program rehiring bagi pekerja imigran ilegal di Malaysia ini sebenarnya sudah berlangsung sejak 2010-2011 silam. Program ini dibuka untuk mendorong para PATI untuk mau mendaftarkan diri mereka melalui jalur legal.

Program ini berlaku hingga Desember 2017. Sebelum bisa mengikuti Rehiring, para PATI wajib mendaftar dan memiliki E-Kad atau Enforcement Card. Jika tidak mampu mengikuti rehiring, kata Iqbal, para TKI ilegal masih bisa mengikuti program voluntary deportation atau pulang secara sukarela sebelum nantinya tertangkap keimigrasian Malaysia.

Walaupun begitu, Iqbal menuturkan, pada 2014 lalu, kementerian masih menerima banyak keluhan bahwa biaya yang dibutuhkan untuk mengikuti rehiring cukup mahal dengan syarat yang cukup rumit, seperti pembuatan paspor dan sejumlah dokumen lainnya.

“Banyak WNI yang keluhkan mereka kehilangan uang karena menjadi korban calo dengan tetap tidak lolos rehiring. Kita sudah coba sampaikan keluhannya. Malaysia kemudian mulai gunakan vendor swasta untuk hindari calo, tapi kemudian harga malah dimonopoli oleh vendor tersebut,” ucap Iqbal.
Meski begitu, Sekretaris Utama BNP2TKI, Hermono, menganggap bahwa minimnya animo para TKI mengikuti program rehiring ini tak melulu persoalan biaya yang mahal.

Salah satu faktor lainnya yang membuat para PATI asal Indonesia ini ikut program rehiring atau voluntary deportation, tutur Hermono, karena minimnya partisipasi sang majikan yang mempekerjakan untuk mendaftarkan TKI ilegal dalam program rehiring, serta ketakukan para WNI itu masuk dalam daftar hitam jika pulang secara suka rela.

“Biaya bukan jadi yang utama. Karena setelah banyak negosiasi, biaya sudah ditekan. Bagi yang ingin ingin ikut voluntary deportation pun saat ini hanya perlu bayar sekitar 800 ringgit Malaysia yang rata-rata hanya setengah kecil dari gaji mereka bekerja, dulu bisa bayar sampai 1.300 ringgit,” tuturnya Hermono.

“Sebagian dari mereka [WNI ilegal] itu takut kena black list dan ketahuan bahwa mereka datang secara tidak sah jika ikut program tersebut. Kalau kena black list mereka tidak bisa kembali ke Malaysia untuk 3-5 tahun,” katanya menambahkan.
Sejauh ini, eks Wakil Duta Besar RI di Malaysia itu mengatakan, sangat sedikit jumlah majikan yang mau secara sukarela mendaftarkan para pekerjanya yang ilegal untuk ikut rehiring.

Sebab, tak seluruh TKI ilegal di Malaysia memiliki majikan tetap. Menurut Hermono, sebagian besar para WNI bekerja pada beberapa majikan lantaran jenis pekerjaan mereka yang serabutan.

“Sebagian besar TKI ilegal di semenanjung adalah mereka yang kerja di bidang konstruksi. Bidang ini susah memang untuk memiliki majikan tetap karena pemborong-pemborong kecil tidak mampu merekrut para TKI ini untuk bekerja secara permanen,” kata Hermono.

“Memang tidak ada solusi terbaik sesuai keinginan para TKI ilegal ini. Solusi terbaiknya satu-satunya ya di awal, tidak usah menjadi TKI ilegal. Kalau mau bekerja di luar negeri mesti mengikuti aturan yang seharusnya,” ucapnya menambahkan.

(aal)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER