Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Luar Negeri RI mengonfirmasi adanya penahanan dua mahasiswa Indonesia di Mesir.
“Ya benar, terjadi penahanan atas dua mahasiswa Indonesia. Mereka ditahan di Samanud sejak 1 Agustus dini hari,” ujar Duta Besar RI di Kairo Helmy Fauzi, dalam keterangan resmi yang diterima
CNNIndonesia.com, Kamis (10/8).
Helmy mengatakan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kairo telah mengirimkan nota diplomatik ke Kementerian Luar Negeri dengan tembusan ke Kementerian Dalam Negeri dan Dinas Keamanan Nasional Mesir guna mempertanyakan penahanan dan keberadaan dua mahasiswa tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun demikian, Helmy mengatakan belum bisa memberi informasi mengenai sebab ditangkapnya kedua mahasiswa tersebut.
Selain itu, Helmy menyebut dua staf KBR Kairo telah berkunjung ke Samanud dan ke kantor kepolisian kota Aga, yang merupakan tempat penahanan kedua mahasiswa itu.
“Namun jangankan dapat bertemu dengan para mahasiswa yg ditahan, KBRI meski telah berkunjung secara resmi tidak memperoleh keterangan atau informasi dari aparat keamanan setempat terkait keberadaan mereka,” papar Helmy.
Dia menambahkan, besar kemungkinan kedua mahasiswa itu akan dideportasi.
“Kami sudah mengirimkan pengacara untuk membebaskan mereka, tapi besar kemungkinan kedua mahasiswa ini akan dideportasi,” ujar Helmy.
Pada Juni lalu, empat mahasiswa Indonesia juga ditangkap di Samanud, atas dugaan radikalisasi dan dideportasi ke Indonesia.
Sebelumnya, KBRI telah mengeluarkan himbauan agar seluruh mahasiswa Indonesia meninggalkan Samanud dan tidak lagi "mondok", mengkaji dan belajar ilmu agama dengan para ulama yang tidak berafiliasi dengan Al-Azhar serta dianggap berseberangan dengan Pemerintah Mesir.
Guna menjamin keamanan para mahasiswa Indonesia di Mesir terutama di Samanud, KBRI menawarkan bantuan memfasilitasi pengambilan barang-barang yang masih tertinggal di kota tersebut.
“Tapi para mahasiswa Indonesia menolak bantuan tersebut dan mengatakan bisa mengambil sendiri barang mereka yang tertinggal di sejumlah pemondokan di Samanud,” papar Helmy.
Pada umumnya, madrasah tempat pengkajian agama di Samanud dipimpin dan diasuh oleh para sheikh atau ulama yang tak berafiliasi dgn Al Azhar dan bahkan dinilai berseberangan dengan pemerintah Mesir.
Grand Sheikh Al Azhar sendiri telah menghimbau agar para mahasiswa Al Azhar harus menimba ilmu dari para ulama Al Azhar. Mereka telah diminta meninggalkan Samanud serta tidak mengkaji ilmu agama dengan ulama non al Azhar di sejumlah madrasah di daerah tersebut.