Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana menyebut China telah sepakat tidak akan mengokupansi wilayah baru di kawasan Laut China Selatan.
Dalam sidang Kongres, Lorenzana mengatakan Filipina dan China berhasil mencapai
modus vivendi atau kesesuaian dalam sengketa LCS. Kedua negara sepakat melarang aksi unilateral pada pulau-pulau di perairan itu.
"Sudah ada status quo di Laut China Selatan, disepakati oleh Menteri Luar Negeri," ujarnya kepada para legislator, Selasa (15/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut Menlu, China tidak akan menduduki wilayah baru di Laut China Selatan maupun membangun instalasi atau kerangka bangunan di Scarborough Shoal," kata dia, merujuk pada satu perairan yang menjadi tempat utama para nelayan mencari ikan, di dekat Filipina. Wilayah itu sempat diblokade China pada 2012-2016.
Lorenzana tidak berkomentar ketika para legislator mengungkap laporan militer yang menyebut ada lima kapal China berlayar sejauh 5 kilometer dari Pulau Thitu, wilayah Filipina di Kepulauan Spratly, pada Sabtu pekan lalu.
Pulau Thitu adalah yang terbesar di antara sembilan pulau yang diklaim Filipina di kepulauan Spratly.
Kepada
Reuters, anggota Kongres Gary Alejano mengatakan sejumlah kapal ikan China juga memblokir kapal patroli laut Filipina di kawasan itu pada awal pekan ini.
Kepala Hubungan Masyarakat Militer Filipina Kolonel Edgard Arevalo menolak mengomentari hal tersebut "sampai angkatan bersenjata memiliki gambaran jelas tentang situasi terkini."
Sejak China mengklaim 90 persen wilayah di Laut China Selatan, perairan itu menjadi salah satu kawasan yang sangat rentan konflik. Klaim China tumpang tindih dengan pengakuan sejumlah negara lain di Asia Tenggara, seperti Filipina, Brunei, dan Malaysia.
Sekitar 2013 lalu Filipina sampai membawa sengketa teritorial ini ke Pengadilan Arbitrase Permanen (PCA). Badan peradilan itu akhirnya menolak klaim China atas perairan dengan jalur perdagangan senilai US$5 triliun per tahun itu.
Namun, Beijing berkeras tidak mengakui putusan pengadilan tersebut dan terus menggencarkan pembangunan sejumlah instalasi militer dan pulau buatan di LCS.
Belakangan, ASEAN dan China berhasil menyepakati dan mengadopsi kerangka kode etik atau
code of conduct (CoC) di LCS setelah 15 tahun bernegosiasi.
CoC ini diharapkan bisa menjadi pedoman negara-negara berperilaku di LCS untuk mencegah meletusnya konflik.