Jakarta, CNN Indonesia -- Setidaknya 80 orang tewas sejak Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, menggencarkan kembali perang terhadap narkoba pekan lalu.
Angka ini diakumulasikan oleh
Reuters dan sejumlah saksi mata yang mengamati sepak terjang pasukan Duterte sejak selama sepekan.
Dalam tiga hari belakangan, polisi Filipina menewaskan setidaknya 13 orang di Manila. Sebelumnya, 67 orang ditembak mati dalam sebuah operasi yang dilabeli "One-Time, Big-Time".
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Istilah itu biasa digunakan oleh kepolisian Filipina untuk menggambarkan operasi anti-kejahatan di daerah yang rentan akan tindakan kriminal, biasanya di kawasan kumuh dan berpendapatan rendah.
Operasi ini dikecam oleh Wakil Presiden Filipina, Leni Robredo, yang diusung oleh partai oposisi pemerintah. Selama ini, Robredo memang selalu menentang kebijakan Duterte yang sudah menewaskan ribuan orang ini.
Gelombang protes pun mulai bermunculan di berbagai penjuru Filipina. Kini, gerakan sayap kanan seperti Bayan pun mulai menyuarakan protesnya.
"Rangkaian pembunuhan ini harus dihentikan meski kita memang menentang peredaran narkoba. Yang diperlukan adalah solusi jangka panjang. Solusi fasis akan gagal. Mari kita kecam peningkatan pembunuhan di bawah rezim Duterte ini," ujar Sekretaris Jenderal Bayan, Renato Reyes.
Kepolisian Filipina pun membela diri dengan mengatakan bahwa mereka hanya menjalankan instruksi langsung dari Duterte. Namun, Kepala Kepolisian Nasional Filipina, Ronald dela Rosa, memastikan bahwa pasukannya tidak akan asal bunuh.
"Presiden tidak menyuruh saya membunuh dan membunuh. Saya juga tidak memerintahkan pasukan saya untuk membunuh dan membunuh. Namun, instruksi dari presiden sangat jelas bahwa perang narkoba tak akan berhenti. Mereka yang mati adalah yang melawan," tuturnya.
Duterte memang menginstruksikan penggencaran perang terhadap narkoba ini. Ia bahkan menargetkan dapat menewaskan 32 pengedar narkoba dalam sehari.
"Mari bunuh 32 orang setiap harinya. Mungkin kita dapat mengurangi apa yang membuat negara ini merana," kata Duterte.