Jakarta, CNN Indonesia -- Pemimpin de facto Myanmar, Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, membatalkan rencana kunjungannya ke Perserikatan Bangsa-Bangsa bulan ini, di tengah krisis berkelanjutan di negara bagian Rakhine.
Seorang juru bicara kantor kepresidenan mengatakan Suu Kyi membatalkan rencana itu karena dua alasan:
"Yang pertama adalah situasi terkini di negara bagian Rakhine. Kami mengalami serangan-serangan teroris dan di sana ada banyak pekerjaan terkait keamanan publik dan kemanusiaan," kata Zaw Htay.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dan alasan yang kedua adalah kami telah menerima laporan kemungkinan serangan teroris di negara kami," kata dia dalam pernyataan yang dikutip CNN, Rabu (13/9).
Lebih dari 370 ribu etnis minoritas Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh untuk menghindari kekerasan yang pecah sejak 25 Agustus, setara dengan 20 ribu orang per hari.
Operasi pembersihan Rohingya yang dilakukan militer Myanmar ditingkatkan setelah 12 petugas keamanan dibunuh oleh kelompok bersenjata dalam serangan terkoordinasi di pos perbatasan.
Tindakan militer Myanmar, menurut Kepala Bidang Hak Asasi Manusia PBB, Zeid Ra'ad Al Hussein, "cocok dengan ciri-ciri pembersihan etnis."
Suu Kyi telah berulang kali dikritisi karena responsnya atas krisis ini, terutama karena posisinya sebagai pembela hak asasi manusia dan pemenang Nobel Perdamaian.
[Gambas:Video CNN]Mantan Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk HAM TOM Malinowski mengatakan kepada
CNN bahwa ia "sangat sedih" atas respons Suu Kyi terhadap krisis Rohingya di Myanmar.
Sementara itu, Indonesia terus melakukan upaya diplomasi dan mengirim bantuan kemanusiaan untuk membantu menyelesaikan krisis yang mendapatkan banyak sorotan di dalam negeri ini.
Sejumlah demonstrasi digelar di beberapa lokasi di Indonesia, mulai dari unjuk rasa solidaritas hingga menuntut pemutusan hubungan diplomatik dengan Myanmar.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memperkirakan bantuan kemanusiaan yang dikirimkan pemerintah Indonesia siang ini dapat diterima pengungsi Rohingya di Bangladesh secepatnya besok atau satu hari setelahnya.
Retno mengatakan segala hal, termasuk perizinan, sudah diselesaikan. Selanjutnya, pemerintah menangani proses pengiriman bantuan hingga peninjauan di lapangan.
"Ini kondisi tidak normal, emergency (darurat) sehingga sambil jalan sambil menyiapkan, mengurus perizinan, semuanya berjalan bersama," kata Retno.
(aal)