Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan tak segan memerintahkan polisi membunuh anaknya, Paolo Duterte, jika benar terbukti terlibat perdagangan dan pengedaran narkotik.
Dia bahkan berjanji tidak akan mengajukan tuntutan hukum kepada polisi yang membunuh anaknya jika memang dugaan itu terbukti.
"Saya sudah pernah memerintahkan sebelumnya bahwa, jika saya memiliki anak yang menjadi kriminal narkotik, bunuh saja mereka agar orang-orang tidak banyak bicara," kata Duterte di Istana Kepresidenan Manila, Jumat (22/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan itu dilontarkan Duterte setelah seorang anggota parlemen oposisi menuduh Paolo, 42, terlibat dalam komplotan narkotik asal China dan membantu penyelundupan bubuk methamphetamine dari Beijing.
"Jadi saya beritahu Pulong [panggilan Paolo], 'perintah saya adalah membunuh Anda jika Anda tertangkap. Dan saya akan melindungi polisi yang membunuhmu jika tudingan ini benar'," kata Duterte.
Meski begitu, Duterte, 72, tidak merujuk pada tudingan yang menyasar kepada anak laki-lakinya tersebut.
Sejak memenangi pemiihan umum presiden pertengahan tahun lalu, Duterte menerapkan kampanye brutal memberangus kriminal narkotik.
Dalam kampanye itu, Duterte memberikan kewenangan bagi polisi untuk membunuh setiap tersangka narkotik. Hingga kini, polisi dilaporkan telah membunuh sedikitnya 3.800 orang dalam operasi tersebut.
Sebagian besar korban dilaporkan dibunuh tanpa proses hukum yang jelas. Sejak itu pun sejumlah pihak, khususnya kelompok pemerhati hak asasi manusia, mengecam kebijakan Duterte tersebut yang dianggap melakukan pembunuhan di luar hukum.
 Duterte memerintahkan polisi untuk menembak tersangka narkotik di tempat. (Reuters/Romeo Ranoco) |
Beberapa negara Barat seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa juga merasa khawatir dengan kebijakan Duterte tersebut yang dianggap tidak memperhatikan nilai HAM.
Pada Kamis (21/9), ribuan pedemo bahkan turun ke jalanan di Manila memprotes kebijakan anti-narkotik yang disebut melanggar HAM tersebut.
"Negara ini berubah menjadi kuburan. Orang-orang terbunuh setiap harinya dan kami juga menguburkan orang mati setiap harinya," ucap koordinator demonstrasi anti-Duterte, Pedro Gonzales, seperti dikutip
the Guardian.
Demonstrasi itu didukung oleh kelompok oposisi pemerintah dan sejumlah pemuka agama Katolik.
Meski begitu, protes tersebut tidak cukup menghentikan ambisi Duterte untuk menghabisi kriminal narkotik di negaranya. Eks walikota Davao itu bahkan mengatakan dengan senang hati "membantai 3 juta pecandu narkotik."
Dia menganggap warga sipil termasuk anak-anak yang selama ini turut menjadi korban dalam perang anti-narkotiknya itu hanya bagian kecil dari kampanye yang menurutnya bisa memperbaiki masa depan Filipina.
Namun, Duterte berulang kali menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menginstruksikan polisi untuk melakukan tindakan ilegal.
Dia memastikan polisi hanya boleh membunuh untuk membela diri ketika para kriminal narkotik itu melawan petugas.
(aal)