Jakarta, CNN Indonesia -- Sebagai salah satu negara yang vokal menentang kekerasan terhadap Muslim Rohingya di Myanmar, Malaysia mengambil sikap keras dengan menarik diri dari pernyataan bersama ASEAN mengenai krisis di Rakhine yang disampaikan di sela sidang Majelis Umum PBB di New York pekan lalu.
Menurut Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, tindakan Malaysia tersebut bisa melemahkan citra ASEAN di mata masyarakatnya sendiri, bahkan komunitas internasional.
“[Sikap Malaysia] ini tentu bisa melemahkan citra ASEAN. Jika untuk menangani suatu masalah pelik di kawasan saja sesama negara anggota tidak solid, nanti masyarakat akan anggap buat apa dibentuk ASEAN,” ujar Hikmahanto saat dihubungi
CNNIndonesia.com pada Senin (25/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menlu Malaysia, Anifah Aman, mengatakan bahwa negaranya mengambil sikap tersebut karena pernyataan ASEAN tidak sesuai realita situasi di Myanmar.
Anifah menekankan bahwa Malaysia tetap mengecam penyerangan Pasukan Penyelamat Rohingya Arakan (ARSA) ke militer Myanmar pada 25 Agustus lalu dan "operasi pembersihan" oleh otoritas yang menewaskan banyak warga sipil dan menyebabkan lebih dari 400 ribu orang Rohingya mengungsi.
Malaysia juga menyatakan kekhawatirannya terhadap krisis kemanusiaan yang terjadi di Rakhine. Menrut Anifah, dunia tidak boleh tutup mata dan harus segera bertindak.
Anifah menyoroti, pernyataan ASEAN itu tidak menyebut Rohingya sebagai salah satu komunitas yang menjadi korban di Rakhine.
Dalam pernyataannya, ASEAN memang hanya mengungkapkan "kecaman terhadap segala bentuk kekerasan di Rakhine yang telah menyebabkan banyaknya korban berjatuhan dan lonjakan pengungsi dalam jumlah yang besar."
Menanggapi pernyataan Anifah ini, Hikmahanto berkata, “Sikap Malaysia ini menunjukkan keinginan agar ASEAN itu bisa bersikap lebih keras dan tegas lagi. Mungkin Malaysia ingin ASEAN sebut Rohingya secara eksplisit dalam pernyataan itu."
Namun menurut Hikmahanto, ASEAN pun mungkin memiliki alasan tersendiri dengan tidak menyebut Rohingya dalam pernyataan bersama tersebut.
“Tapi mungkin negara ASEAN lain tidak menyebut Rohingya secara langsung karena kita tahu sendiri etnis ini menjadi kontroversi karena tidak diakui oleh negaranya sendiri, Myanmar,” katanya.
Meski begitu, Hikmahanto menganggap sikap Malaysia ini cukup berlebihan. Kuala Lumpur, tuturnya, bisa bersikap lebih bijak dan solid lagi menanggapi pernyataan bersama ASEAN ini.
[Gambas:Video CNN]Menurut Hikmahanto, langkah ASEAN untuk mengeluarkan pernyataan bersama terkait krisis di Rakhine sudah jauh lebih baik dari pada sama sekali tidak bersikap.
“Mungkin saat ini ASEAN baru bisa bersikap seperti itu karena sejauh ini yang baru bisa disepakati seluruh negara anggota ya baru ini,” katanya.
Sementara itu, Indonesia tidak banyak merespons sikap Malaysia tersebut. Kementerian Luar Negeri Indonesia hanya menekankan bahwa pernyataan ASEAN itu merupakan sikap bersama dengan tetap mengutamakan diskusi antara negara anggota.
“Dan isu kemanusiaan, termasuk bantuan kemanusiaan, merupakan prioritas kami. Yang utama adalah bagaimana kita harus mencegah situasi memburuk,” ujar juru bicara Kemlu RI, Arrmanatha Nasir.
(has)