Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang relawan dari organisasi kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) menyebut tidak semua umat Buddha di Myanmar berpandangan dan bersikap rasis atau diskriminatif terhadap Muslim Rohingya.
Salah satu ketua tim SOS ACT, Anca Rahadiansyah, mengatakan sebagian besar umat Buddha di Myanmar justru ikut mengecam tindakan represif militer Myanmar dan nasionalis Buddha di sana, khususnya Rakhine.
“Saat saya ke Yangon sekaligus Sittwe pada 2016 lalu, saya mendapat informasi dari warga di sana bahwa pemimpin Buddha di Yangon dan beberapa wilayah lainnya justru tidak sepakat dengan apa yang dilakukan pemimpin Buddhis radikal di Rakhine, Ashin Wirathu, terhadap etnis minoritas khususnya Rohingya,” kata Anca saat ditemui di Jakarta, Rabu (27/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama melakukan tugas kemanusiaan di Sittwe, ibu kota Rakhine, Anca mendengar banyak warga dan komunitas Buddha lokal yang membantu para relawan mendistribusikan bantuan bagi etnis minoritas, terutama Rohingya.
Meski begitu, para warga lokal dan petinggi agama Buddha di sana tidak mampu berbuat banyak untuk menghentikan tindakan represif karena pengaruh militer yang kuat, kata Anca.
“Para biksu Buddha yang kontra terhadap tindakan represif pun tidak bisa melawan karena pengaruh junta militer masih mendominasi pemerintahan. Sementara itu, junta militer juga memiliki kedekatan yang kuat dengan kaum nasionalis Buddha Wirathu.”
Etnis Rohingya kembali menjadi sorotan dunia setelah krisis kemanusiaan yang dipicu bentrokan antara kelompok bersenjata dan militer kembali terjadi di Rakhine pada akhir Agustus lalu.
Sejak bentrokan pecah sedikitnya 1.000 orang, terutama Rohingya, dilaporkan tewas. Ratusan ribu Rohingya juga dikabarkan melarikan diri ke Bangladesh dan sejumlah negara lainnya.
Meski begitu, penderitaan yang dirasakan Rohingya sebenarnya telah berlangsung lama. Selama ini, pemerintah Myanmar tidak pernah menganggap Rohingya sebagai warga negaranya. Hukum kewarganegaraan 1982 bahkan tidak memasukan Rohingya sebagai salah satu dari puluhan etnis resmi Myanmar.
Pengucilan terhadap Rohingya pun muncul dari warga lokal di Myanmar. Sejumlah warga Buddha nasionalis di sana dikabarkan kerap bertindak rasis terhadap Muslim Rohingya.
Konflik komunal bahkan sempat terjadi antara umat Buddha nasionalis dengan Muslim Rohingya di Rakhine pada 2012 lalu. Bentrokan tersebut menewaskan ratusan orang, khususnya warga Rohingya.
Intoleransi terhadap kaum muslim juga diperparah dengan gerakan anti-Muslim yang selama ini digaungkan Ashin Wirathu. Dia merupakan salah satu pemimpin spiritual Buddha di Myanmar yang dikenal rasis terhadap Muslim di negara itu.
Selama ini, Wirathu juga dituding kerap mengucilkan dan menyebarkan ujaran kebencian terhadap Muslim melalui pidato dan ceramah, meski tudingan itu selalu dibantahnya.