Madrid, CNN Indonesia -- Demi mencegah terjadinya pemungutan suara untuk referendum Catalonia, polisi Spanyol telah menyegel lebih dari separuh dari 2.315 tempat pemungutan suara. Tapi kelompok yang menginginkan kemerdekaan, menyatakan akan memperjuangkan hak mereka.
Guru, orangtua, pelajar, dan aktivis telah menduduki lebih dari 160 sekolah yang didesain sebagai tempat pemungutan suara, meski lokasi itu disegel. Belum jelas bagaimana pemungutan suara akan dilakukan di tengah penyegelan itu.
Enric Millo, perwakilan pemerintah pusat di Catalonia, mengatakan sebanyak 1.300 tempat pemungutan suara sudah disegel. Dia mengakui ada 163 tempat yang sudah diduduki ketika disegel. Artinya, mereka yang berada di dalam bisa keluar, tapi tak seorang pun diizinkan masuk.
Tapi pengamatan kantor berita AFP, di beberapa sekolah yang diduduki, orangtua, pelajar, dan warga setempat masih bebas keluar masuk.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah pusat di Madrid telah menginstruksikan kepolisian untuk memastikan tak terjadi pemungutan suara pada Minggu (1/10), setelah pengadilan menyatakan referendum itu tak konstitusional.
Selama berhari-hari aparat keamanan menyita berbagai perlengkapan pemungutan suara, seperti kertas suara. Kejaksaan memerintahkan penutupan website yang terkait dengan referendum itu dan memerintahkan penangkapan anggota kunci dari penyelenggara referendum.
Situasi ini adalah krisis terbesar Spanyol sejak demokrasi negeri itu dipulihkan pascakematian diktator Francisco Franco pada 1975. Di kota-kota besar Spanyol, macam Madrid, Barcelona, Sevilla, Santander, Alicante, Valencia, dan Malaga, ribuan orang turun ke jalan menyerukan persatuan negeri itu. Banyak juga warga yang mengibarkan bendera nasional Spanyol.
Kegelisahan warga menyeruak setelah soal referendum dibahas secara meluas oleh media-media di Spanyol. Poling teranyar menyatakan 75 persen warga Spanyol menolak referendum itu. Di Catalonia sendiri, sebanyak 55 persen warganya juga menolak referendum, meskipun nantinya mayoritas warga ingin memberikan suaranya.
Argumen untuk memisahkan diri ini, salah satunya berasal dari kelompok separatis Catalan, yang menyatakan bahwa daerah mereka membayar pajak lebih tinggi ketimbang investasi maupun transfer dari Madrid. Mereka menyebut “Spanyol merampok kami.”
Pemimpin kelompok separatis Carles Puigdemont, kepada AFP, mengatakan bahwa mereka tidak akan menyerah untuk mengambil hak mereka. Dia menegaskan, dia dan pendukungnya akan tetap melakukan pemungutan suara referendum, meski Madrid menentangnya.
Mereka tetap memobilisasi massanya. Pada jumat kemarin, traktor-traktor berparade di Barcelona, berhiaskan bendera separatis. Kelompok pemadam kebakaran juga menyatakan akan melindungi tempat-tempat pemungutan suara.
Dari distrik ke distrik, orang-orang berkumpul untuk membentuk komite pelindung referendum. Mereka memakai aplikasi Telegram untuk mengorganisir pertemuan.
Carles Riera, seorang anggota legislatif di parlemen regional dari partai CUP, salah satu partai koalisi separatis, mengatakan mobilisasi akan terus dilakukan sampai setelah pemungutan suara, kalau-kalau mereka menang tapi Madrid tetap menolak hasilnya.