Jakarta, CNN Indonesia -- Media pemerintah Korea Utara kembali melontarkan ancaman untuk meluncurkan peluru kendali ke wilayah Amerika Serikat di Pasifik, Guam. Korut memperingatkan pihaknya bisa terpaksa bertindak menanggapi "langkah sembrono" dari AS.
"Kami telah berulang kali memperingatkan bahwa kami akan mengambil tindakan balasan untuk mempertahankan diri, termasuk salvo rudal ke perairan di dekat wilayah AS, Guam," kata Kim Kwang-hak, peneliti Institut Studi Amerika di Kementerian Luar Negeri Korea Utara, dalam artikel
KCNA, Minggu (15/10).
Pyongyang pertama kali mengancam akan menyerang Guam pada Agustus lalu, setelah Presiden AS Donald Trump mengancam negara terisolasi itu bakal menghadapi "api dan kemarahan yang belum pernah disaksikan dunia" karena memproduksi miniatur hulu ledak nuklir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tindakan militer AS memperkuat tekad kami bahwa AS mesti dijinakan dengan api dan membawa tangan kami semakin dekat kepada 'pelatuk' untuk mengambil langkah balasan yang paling keras," kata Kim dalam artikel yang dikutip
CNN itu.
Ancaman terbaru Pyongyang menyusul berminggu-minggu peningkatan ketegangan antara kedua negara. Keadaan ini kemungkinan besar diperparah oleh latihan bersama angkatan laut AS dan Korea Selatan, Senin ini.
Latihan militer bersama adalah salah satu hal utama yang memicu kemarahan Pyongyang. Pemerintahan Korea Utara memandang hal tersebut sebagai persiapan invasi--meski AS sudah berkeras melaksanakannya untuk tujuan pertahanan.
Artikel
KCNA berakhir dengan peringatan yang kerap disampaikan pemerintahan Kim Jong-un: bahwa AS adalah satu-satunya pihak yang bertanggung jawab karena "mendesak situasi di semenanjung hingga meledak."
Kim tidak pernah menepikan kemungkinan penembakan rudal ke perairan dekat Guam. Saat menginspeksi Pasukan Strategis Angkatan Bersenjata Korea Utara pada 14 Agustus lalu, pemimpin tertinggi negara itu mengatakan dirinya akan terlebih dulu melihat sikap "sembrono" AS sebelum mengambil keputusan terkait hal tersebut.
Sejak saat itu, ketegangan terus meningkat.
Dalam pernyataannya di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan lalu, Trump mengancam akan "menghancurkan habis-habisan" Korea Utara dan memberi nama panggilan untuk Kim: Si Manusia Roket.
Korut yang menempatkan Kim lebih dari apapun langsung murka. Menlu Ri Yong-ho merespons pernyataan itu dengan menyebut Trump sebagai "Presiden Jahat" yang mengalami "gangguan mental."
(aal)