Jakarta, CNN Indonesia -- Para perempuan itu merayakan kemenangan di Raqqa setelah terbebas dari kelompok militan ISIS pada pertengahan pekan ini.
Mereka adalah tentara Kurdi yang ikut dalam pertempuran merebut Raqqa, ibu kota
de facto ISIS di Suriah selama hampir empat tahun.
Ditanya apa yang memotivasi mereka turun ke medan perang, mereka mengatakan ingin membebaskan para perempuan di Raqqa, sekaligus untuk warga Kurdi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Shanda Afreen misalnya, mengaku sudah bertempur melawan ISIS selama empat tahun.
“Pemimpin (Kurdi)—Abdullah Ocalan—fokus pada pembebasan perempuan, jadi kami bertempur untuk membebaskan perempuan dan membebaskan orang-orang secara mental. Perjuangan kami tidak hanya melawan ISIS, perjuangan kami adalah melawan penganut chauvinisme yang memusuhi perempuan,” ujarnya, seperti dituturkan kepada
CNN.
“Kejahatan tidak hanya dari militan laki-laki ISIS, kejahatan bisa datang dari perempuan. Perempuan harus mengedukasi dirinya sendiri dan berevolusi secara ideologis,” lanjutnya.
 Para tentara perempuan Kurdi mengatakan ingin membebaskan perempuan yang ditindas oleh ISIS selama berkuasa. (AFP/Bulent Kilic) |
Abdullah Ocalan, pemimpin Partai Pekerja Kurdistan (PKK), saat ini dipenjara di Turki. PKK sendiri dianggap sebagai kelompok teroris oleh Turki, Amerika Serikat dan Uni Eropa. Pekan ini, tepatnya pada Selasa lalu, para pejuang Kurdi mengibarkan bendera bergambar wajah Ocalan ketika membebaskan Raqqa.
Alasan yang sama pula diungkap Avrim Difram, 20, yang mulai bertempur sejak remaja.
“Kami berperang untuk membebaskan rakyat yang ditindas dan untuk membebaskan pemimpin kami, Abdullah Ocalan, yang dipenjara di Turki,” kata Difram.
“Perempuan secara khusus ditindas oleh ISIS di Raqqa. Itu adalah alasan lain mengapa kami berperang melawan ISIS, kami ingin membebaskan perempuan dari penindasan.
ISIS menguasai Raqqa dengan brutal, dan perempuan mengalami penindasan tak hanya karena dipaksa berpakaian sesuai dengan aturan mereka, tapi juga diperkosa dan diperjualbelikan sebagai budak. Kebanyakan yang menjadi korbannya, adalah perempuan Kurdi-Yazidi yang sebelumnya tinggal di wilayah Irak Utara.
ISIS berhasil didepak dari Raqqa oleh pasukan militer Kurdi dengan bantuan koalisi Amerika Serikat setelah pertempuran selama empat bulan.