Jakarta, CNN Indonesia -- Masyarakat Thailand berduka dan memberi penghormatan terakhir pada Raja Bhumibol Adulyadej pada Kamis (26/10) malam, dalam sebuah ritual pemakaman di Bangkok.
Namun, sayangnya upaya mereka untuk melihat dari dekat dan bahkan ada yang memutuskan menginap mesti berbesar hati. Kremasi raja yang memerintah selama tujuh dekade itu ternyata berlangsung tertutup.
Sementara, sebelumnya sekitar 300 ribu orang berpakaian serba hitam telah memenuhi jalanan, menyeka air mata dan menahan diri ketika kereta keemasan membawa peti mati sang raja dari Istana Agung tempat disemayamkan ke tempat kremasi di Sanam Luang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arak-arakan riuh dengan barisan tentara, pemain musik, dalam seragam masing-masing yang bergabung dengan barisan para biksu Buddha, Brahmin dan turut serta Raja baru Maha Vajilongkorn ketika prosesi berlangsung.
Prosesi upacara kremasi raja Thailand itu ditengarai menghabiskan biaya sekitar US$90 juta (Rp1,2 triliun). Para tamu undangan yang hadir, di antaranya ada Pangeran Andrew dari Inggris, dan Pangeran dan Putri Akishino dari Jepang.
Raja Vajiralongkorn dijadwalkan menyulut api untuk membakar jenazah ayahnya pada pukul 22:00. Proses kremasi ditayangkan oleh media televisi Thailand untuk memberi kesempatan pada masyarakat menyaksikan momen terakhir kedekatan dengan raja mereka.
Namun, keputusan untuk kremasi yang berlangsung tertutup menyisakan kesedihan bagi masyarakat.
"Raja telah dikremasi tapi tak boleh ada penayangan," ungkap salah seorang dari Royal Household Bureau, seperti dilaporkan AFP. Media tiba-tiba tidak diijinkan berada di area dekat jenazah raja.
Buat publik, ini adalah kesempatan terakhir mereka untuk mencurahkan perpisahan pada raja yang mereka anggap 'sebagai bapak bangsa'.
"Saya sangat terkejut mereka tidak menayangkan kremasi di televisi," ujar Nuttidar Bangsri (52), yang rela tidur di jalanan dekat lokasi di mana kremasi dilakukan sejak lima hari sebelumnya.
Raja Bhumibol telah mencuri hati banyak warganya, dan menganggap ia sebagai salah satu sosok yang dikagumi. Ia meninggal dunia pada Oktober tahun lalu di usia 88 tahun. Kematian sosok yang selama ini memegang peran penting membuat nasib kerajaan itu dalam ketidakjelasan.
"Tak ada lagi sosok ayah yang selalu memberi untuk anak-anaknya," ujar Kingkan Kuntavee (47), salah seorang warga yang berduka pada AFP.
Sepeninggal Bhumibol, Thailand masih mesti menghadapi banyak persoalan, dari mulai banyaknya protes kekerasan, kisruh politik, dan lainnya.
Ia telah meninggalkan salah satu kerajaan terkaya di dunia. Dinobatkan sebagai raja di usia 18 tahun, Bhumibol yang lahir di AS menjadi sosok raja yang memerintah terlama.
Sejak kematiannya Oktober tahun lalu, masyarakat Thailand mengenakan busana serba hitam demi mengenang dan berduka telah kehilangan raja. Ini dijadwalkan berakhir pada 30 Oktober mendatang. Mereka diyakini akan mengenakan busana berwarna setelah itu sebagai tanda berakhirnya masa berduka dan merayakan kenaikan sang raja ke Gunung Meru, pusat kosmologi Budda, Hindu dan Jain.