Jakarta, CNN Indonesia -- Kongres Amerika Serikat mengajukan rancangan undang-undang sanksi dan pembatasan perjalanan baru untuk para pejabat militer Myanmar sebagai bentuk tekanan atas tindakan represif aparat pemerintah terhadap sejumlah etnis minoritas, terutama Rohingya.
"RUU ini akan memungkinkan Kongres untuk memperkuat dan memperjelas sikap Presiden kepada pejabat Myanmar, bahwa akan ada konsekuensi terhadap kejahatan mereka terhadap kemanusiaan," Ben Cardin, Senator Partai Demokrat dari Komisi Hubungan Luar Negeri Senat, pada Jumat (3/11).
Langkah terbaru ini dikabarkan tak jauh berbeda dengan sanksi yang sempat dijatuhkan AS kepada Myanmar tahun lalu. Hukuman itu telah dicabut karena Myanmar dianggap berhasil mempertahankan sistem demokrasinya setelah menggelar pemilu 2016 lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Draft sanksi terbaru mendesak pemerintah AS menyetop sebagian besar bantuan militer ke Myanmar hingga hingga oknum yang diduga terlibat memperburuk krisis kemanusiaan di Rakhine mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Konflik kemanusiaan yang dipicu bentrokan antara kelompok bersenjata dan militer pada akhir Agustus lalu dilaporkan telah menewaskan sedikitnya 1.000 orang, terutama Rohingya, dan memicu eksodus ratusan ribu pengungsi melintasi perbatasan, paling banyak ke Bangladesh.
Selain itu, RUU itu juga melarang AS mengimpor batu giok dan batu rubi dari Myanmar, serta menginstruksikan Kementerian Keuangan untuk tidak mendukung setiap program bantuan internasional yang bermitra dengan perusahaan-perusahaan milik militer Myanmar.
Meski begitu, rancangan sanksi ini tak menargetkan Aung San Suu Kyi, pemimpin de facto Myanmar yang belakangan terus dihujani kecaman dunia internasional lantaran dianggap gagal melindungi Rohingya sebagi warga negaranya sendiri.
Hal ini, tutur sejumlah sumber di Kongres, dilakukan untuk menekankan dukungan terhadap Suu Kyi agar lebih banyak turun tangan membantu Rohingya.
Sebagaimana dikutip Reuters, sejauh ini, usulan sanksi baru tersebut telah didukung oleh sejumlah anggota Kongres termasuk ketua Komisi Angkatan Bersenjata Senat, John McCain.
RUU tambahan mengenai sanksi terhadap Myanmar juga diajukan oleh Dewan Perwakilan AS dan berhasil mendapat dukungan dari kedua partai, dipimpin pejabat tertinggi Komisi Hubungan Luar Negeri dari Demokrat, Eliot Engel, dan anggotanya dari Partai Republik, Steve Cabot.
Sejak konflik kemanusiaan memburuk dalam dua bulan terakhir, Kongres AS terus mendesak pemerintah untuk mempertegas responsnya terhadap pemerintah Myanmar. Gedung Putih di sisi lain tengah mempertimbangkan untuk secara resmi menganggap krisis di Rakhine sebagai upaya pembersihan etnis Rohingya.
(aal)