Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, mendeklarasikan pemberontak komunis di negaranya sebagai teroris pada Selasa (5/12), sepekan setelah membatalkan perundingan damai.
Melalui surat keputusannya, Duterte mendeklarasikan dua kelompok sebagai teroris, yaitu Partai Komunis Filipina (CPP) dan sayap bersenjatanya, Tentara Rakyat Baru (NPA).
Namun, juru bicara kepresidenan Filipina, Harry Roque, mengatakan bahwa keputusan ini baru dapat diresmikan setelah disetujui oleh pengadilan.
Menurut Roque, dengan keputusan ini, militer dan kepolisian Filipina dapat membekuk orang atau pihak yang kedapatan mengucurkan dana bagi kelompok pemberontak tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihak militer pun menyambut baik keputusan ini. Juru bicara militer Filipina, Restituto Padilla, mengatakan bahwa deklarasi ini dapat membuat operasi pihaknya terhadap pemberontakan ini “semakin efektif.”
“Kami sekarang bisa menanggapi tanpa ragu dengan segala upaya dan sumber daya yang ada untuk mengatasi peningkatan kriminal dan aktivitas sabotase ekonomi dari para teroris ini,” ucap Padilla.
Militer memang sempat kelimpungan menghadapi perlawanan kelompok pemberontak komunis ini karena Duterte sempat berjanji bakal membuka kembali upaya perundingan damai setelah dia dilantik pada tahun lalu.
Perundingan itu pertama kali digelar pada Mei lalu, kemudian dilanjutkan dua bulan kemudian, setelah gerilyawan NPA menyerang sejumlah pasukan keamanan.
Namun, Duterte geram setelah sekelompok pemberontak komunis melakukan serangan di selatan Filipina pada November lalu hingga menewaskan satu personel kepolisian dan bayi berusia empat bulan.
"Jika kalian terus bersikap seperti itu, kita akan berperang karena bahkan warga sipil menjadi korban. Kita harus menghentikan perundingan ini," katanya.
(has)