Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pertahanan Iran menyebut langkah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel akan mempercepat kehancuran negara tersebut. Sementara itu, seorang komandan tinggi Garda Revolusi menelepon dua kelompok bersenjata Palestina untuk meminta bantuan.
Penentangan terhadap Israel dan dukungan untuk Palestina menjadi kebijakan utama Iran sejak revolusi Islam 1979. Para pemimpin negara tersebut pekan lalu langsung menolak kebijakan Trump, termasuk rencana pemindahan Kedutaan Besar AS ke kota yang dipermasalahkan.
Warga Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya jika mendapatkan kemerdekaan penuh kelak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Langkah Trump "akan mempercepat kehancuran rezim Zionis dan akan menggandakan persatuan Muslim," kata Menhan Iran Brigadir Jenderal Amir Hatami dalam laporan media pemerintah yang dikutip
Reuters, Rabu (12/12).
Kepala staf tentara Iran, Jenderal Mohammad Baqeri, mengatakan "langkah bodoh" Trump bisa dipandang sebagai awal dari pemberontakan alias intifada baru.
Iran telah lama mendukung sejumlah kelompok bersenjata anti-Israel, termasuk sayap militer Hizbullah yang berada di Libanon. Wakil Komandan Garda Revolusi Brigadir Jenderal Hossein Salami menyebut organisasi itu "lebih kuat dari rezim Zionis."
Senada, Qassem Soleimani, kepala sayap Garda yang memimpin operasi di luar perbatasan Iran, bersumpah negaranya memberi "dukungan penuh untuk resistensi Islamis Palestina" setelah berbicara melalui telepon dengan para komandan brigade Jihad Islamis dan brigade Izz al-Deen Qassam, sayap militer Hamas.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas, sementara itu, terus meningkatkan upayanya untuk mengumpulkan dukungan negara-negara TImur Tengah yang menentang pengakuan AS atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Sejauh ini, para menteri luar negeri Uni Eropa masih menolak untuk memberikan dukungan.
(aal)