Jakarta, CNN Indonesia -- Rusia siap menjadi penengah antara Korea Utara dan Amerika Serikat, jika kedua negara tersebut bersedia.
Komentar tersebut diberikan Juru Bicara Pemerintah Rusia Dmitry Preskov beberapa hari setelah Dewan Kemanan PBB memberikan suara bulat guna mengadopsi sanksi yang dirancang AS untuk Korea Utara. Sanksi tersebut diberikan guna menanggapi uji coba rudal balistik yang dilakukan Pyongyang pada 29 November lalu.
"Anda Tidak bisa menjadi penengah antara kedua negara, jika tidak ada keinginan dari keduanya. Itu tidak mungkin, harus dibutuhkan keinginan dari keduanya," ujar Preskov dikutip dari
CNN.com, Selasa (26/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley, sanksi terakhir berupa pembatasan pasokan energi, memperketat pembatasan pada penyelundupan dan penggunaan tenaga kerja Korea Utara di luar negeri adalah yang terberat.
Pemungutan suara tersebut bersifat bulat, tetapi Duta Besar Rusia untuk PBB mengkritik resolusi tersebut, dengan menyebut AS tergesa-gesa melakukan amandemen terakhir paa kesepakatan dengan menargetkan pekerja Korea Utara di luar negeri. Saat ini, sekitar 40 ribu orang Korea Utara bekerja di Rusia dan mengirimkan sebagian besar pendapatan mereka kembali ke negara tersebutt.
Resolusi tersebut pun mensyaratkan pekerja Korea Utara untuk kembali ke negaranya dalam 24 bulan. "Ini adalah periode minimum yang dapat diterima untuk menangani aspek logistik dari masalah ini," terang Duta Besar Rusia untuk PBB Vasilt Nebenzia.
"Sayangnya, seruan kami untuk mencegah ketegangan lebih lanjut untuk merevisi kebijakan yang mengintimidasi, tidak diindahkan," tambah Nebenzia.
Tanggapan Preskov pada Selasa (26/12) bukanlah hal yang aneh bagi Moskow, karena negara tersebut telah lama memegang anggapan bahwa AS dan Korea Utara harus bergerak menuju perundungan diplomatik.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mendesak Amerika Serikat dan Korea Utara untuk memulai dialog dan menyebut Amerika Serikat harus melakukan langkah awal.
"Saya pikir, langkah awal harus dilakukan oleh pihak yang lebih kuat dan cerdas dan kami berpendapat bahwa Amerika Serikat percaya situasi ini harus diselesaikan secara diplomatik," ungkap Lavrov.
Lavrov mengarakan, latihan militer AS justru akan membuat dialog antara keduanya semakin sulit.
Presiden AS Donald Trump sebelumnya telah berjanji untuk melawan provokasi Korea Utara dengan kekuatan militer. Namun, beberapa penasihat Gedung Putih AS mempertahankan komitmen AS untuk memprioritaskan resolusi damai untuk mengatasi ketegangan dengan Pyongyang.
(agi/reuters/agi)