Korsel: Jepang Tak Bisa Anggap Masalah Jugun Ianfu Selesai

Riva Dessthania Suastha | CNN Indonesia
Jumat, 02 Mar 2018 01:11 WIB
Presiden Korsel Moon Jae-in mengatakan Jepang tak bisa menganggap kejahatan perangnya, seperti isu jugun ianfu atau "perempuan penghibur," selesai begitu saja.
Ilustrasi korban jugun ianfu di Korsel. (REUTERS/Kim Hong-Ji)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mengatakan Jepang tidak bisa menganggap kejahatan perangnya, seperti isu jugun ianfu atau "perempuan penghibur," berakhir begitu saja.

Korea Selatan kembali meminta Tokyo segera menyelesaikan dan meminta maaf atas kejahatannya memperbudak perempuan Korsel saat menjajah Negeri Ginseng pada Perang Dunia II dulu.

"Isu tentang wanita penghibur tidak dapat dideklarasikan selesai begitu saja oleh pemerintah Jepang. Kejahatan perang terhadap kemanusiaan tidak bisa ditutupi dengan sebuah pernyataan bahwa hal itu selesai," kata Moon di acara peringatan perlawanan kolonialisme Jepang di Seoul, Kamis (1/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Cara yang benar untuk menyelesaikan sejarah tragis adalah dengan mengingat sejarah tersebut dan menjadikannya sebuah pelajaran," ujarnya sebagaimana dikutip AFP.
Isu jugun ianfu merenggangkan relasi Seoul dan Tokyo selama beberapa dekade terakhir. Dalam kesempatan tersebut, Moon mengungkapkan harapannya agar hubungan kedua negara bisa terus menguat di masa depan.

Jepang menyesalkan pernyataan Moon karena dianggap bertentangan dengan kesepakatan kedua negara terkait penyelesaian isu jugun ianfu.

"Presiden Moon mengangkat masalah wanita penghibur meski kami telah mengonfirmasi kesimpulan akhir soal isu ini dalam kesepakatan 2015 lalu antara kedua negara," kata juru bicara pemerintah Jepang, Yoshihide Suga.

Korsel, di bawah pendahulu Moon, Presiden Park Geun-hye, bersama Jepang sepakat untuk tidak mengungkap masalah soal jugun ianfu, lewat sebuah perjanjian yang dicapai 2015 lalu. Dalam perjanjian itu, Jepang setuju menyumbang dana US$8,9 juta bagi sebuah yayasan yang didedikasikan mendukung para korban perang.
Meski begitu, sebagian korban dan keluarga mengecam perjanjian itu karena tidak menyertakan tanggung jawab hukum yang harus dilakukan Jepang.

Setelah menjabat sebagai presiden, pada Desember lalu Moon menganggap kesepakatan 2015 itu cacat. Dia mengatakan kesepakatan itu merupakan "perjanjian politik yang mengesampingkan korban dan publik" dan melanggar prinsip utama masyarakat internasional soal penyelesaian masalah historis.
Patung penghormatan korban jugun ianfu.Patung penghormatan korban jugun ianfu. (AFP Photo/Johannes Eisele)
Sejak itu, Moon terus mendorong tindak lanjut penyelesaian isu yang memicu perdebatan itu.

Sejarawan menyebut lebih dari 200 ribu perempuan, tak hanya dari Korea tapi juga China dan Indonesia, dipaksa menjadi budak seks bagi tentara Jepang saat Perang Dunia II.

Tragedi kelam dan kejahatan perang Jepang lainnya hingga kini masih menyisakan luka bagi banyak warga Korsel.
Sementara itu, sebagian warga Jepang merasa telah cukup menebus kesalahan nenek moyangnya saat perang dahulu dengan mengungkapkan banyak permintaan maaf kepada negara bekas jajahan itu.

(aal)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER