Jakarta, CNN Indonesia --
Myanmar dilaporkan membangun instalasi militer di atas desa Rohingya yang dibakar, menimbulkan keraguan publik atas rencana negara itu untuk merepatriasi ratusan ribu pengungsi dari Bangladesh.
Amnesty Internasional melaporkan dugaan ini setelah mengamati citra satelit dan melakukan serangkaian wawancara yang berujung pada indikasi percepatan pembangunan instalasi keamanan di lokasi.
"Bukti baru dan pembangunan yang didokumentasikan Amnesty dalam penelitian terbaru kami menunjukkan otoritas Myanmar membangun di atas tempat di mana seharusnya Rohingya dikembalikan," ujar direktur respons krisis Amnesty, Tirana Hassan, kepada
AFP.
Meski mengakui citra tersebut hanya memperlihatkan gambaran kecil, tapi Amnesty menyatakan bahwa struktur untuk pasukan keamanan, helipad, bahkan jalan-jalan sudah terbangun di properti Rohingya yang dibakar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Amnesty kemudian mengambil contoh citra satelit yang diambil di desa Kan Kya. Dua bulan setelah bentrokan pecah pada Agustus, citra satelit menunjukkan Desa Kan Kya dibakar.
Namun, pada Maret ini, citra satelit menunjukkan lahan itu sudah dibangun kembali. Amnesty meyakini pembangunan itu merupakan bagian dari penguatan markas baru pasukan keamanan.
Aktivitas pembangunan ini juga dapat terlihat di Desa Inn Din. Sebelumnya, Myanmar sudah mengakui bahwa pasukan keamanan terlibat dalam pembunuhan 10 orang Rohingya di desa tersebut.
AFP belum dapat mengonfirmasi laporan ini karena Myanmar sangat menutup akses informasi mengenai situasi di Rakhine, terutama sejak bentrokan kembali pecah di negara bagian itu pada Agustus lalu.
Bentrokan itu dipicu oleh serangan kelompok bersenjata Pasukan Pembela Arakan Rohingya (ARSA) ke sejumlah pos polisi dan satu pangkalan militer di Rakhine.
Mereka mengklaim menjalankan aksinya untuk membela hak Rohingya yang selama ini tersiksa di tengah mayoritas penduduk Buddha.
Tak lama setelah serangan tersebut, militer Myanmar melakukan operasi pembersihan ARSA dari tanah Rakhine. Namun, militer tak hanya menumpas ARSA, tapi juga membunuh Rohingya dan membakar rumah-rumah mereka.
Akibat rangkaian bentrokan itu, sekitar 100 ribu nyawa melayang, sementara lebih dari 600 ribu orang Rohingya lainnya mengungsi ke Bangladesh.
Myanmar dan Bangladesh sudah menyepakati perjanjian pemulangan Rohingya yang harusnya dilaksanakan sejak Januari lalu. Namun, proses repatriasi ini terhambat karena Rohingya sendiri tak mau dipulangkan tanpa jaminan keamanan.
(has)