Jakarta, CNN Indonesia -- Ratusan ribu warga
Venezuela melarikan diri ke luar negeri demi mencari kehidupan yang lebih baik menyusul memburuknya perekonomian negara di Amerika Selatan itu sejak pertengahan 2017.
Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi nilai inflasi di Venezuela bisa mencapai 13.000 persen di 2018 ini.
Sejak Januari 2016 lalu, Presiden Nicolas Maduro menetapkan status darurat ekonomi untuk mengatasi parahnya kondisi di negara kaya minyak itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun hingga kini kondisi politik dan sosial Venezuela semakin tidak stabil. Aksi protes anti-pemerintah semakin meluas hingga puncaknya pada pertengahan 2017 lalu hingga menewaskan belasan orang.
Dilansir
CNN, berikut lima alasan yang sedikitnya dapat menjelaskan mengapa krisis ekonomi Venezuela terus memburuk:
1. Turunnya Harga Minyak DuniaSebagian besar ekonomi Venezuela bergantung pada komoditas minyak bumi. Saat ini, harga minyak dunia turun menjadi US$28,36 per barel. Harga terendah sejak 12 tahun terakhir.
Turunnya harga minyak mentah sejak 2013 lalu turut mencederai perekonomian Venezuela. Sejumlah ekonom menilai selama harga minyak tetap rendah, Venezuela akan sulit bangkit dari keterpurukan.
Alejandro Arreaza, seorang ekonom dari perusahaan finansial Barclays, menganggap Venezuela sebagai "pecundang terbesar" di Amerika Latin sejak menurunnya harga minyak dunia.
2. Nilai Tukar Bolivar LemahNilai tukar mata uang Venezuela, Bolivar, terus anjlok dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2015 lalu, US$1 tercatat setara dengan 175 Bolivar. Saat ini, US$1 setara hampir 40.000 Bolivar.
Sejumlah pihak mengatakan penurunan nilai tukar disebabkan kesalahan kebijakan yang diambil pemerintahan Presiden Nicolas Maduro. Namun, presiden yang telah menjabat sejak 2013 itu menyalahkan sanksi internasional, terutama dari Amerika Serikat, sebagai pemicu terpuruknya ekonomi negara.
3. Krisis Politik DomestikKrisis politik dimulai pada 2016 lalu. Saat itu, partai oposisi, Democratic Unity, memegang 109 mayoritas kursi di Kongres dibandingkan partai sosialis Maduro yang hanya meenduduki 55 kursi saja.
Mayoritas tersebut memungkinkan Majelis Nasional, Parlemen Venezuela memecat anggota kabinet Maduro dan mengesahkan undang-undang reformasi yang tidak bisa dibatalkan pria 55 tahun itu.
Maduro pun menunjuk hakim mahkamah agung baru tepat sebelum Majelis Nasional berkuasa. Mahkamah Agung lalu membatalkan undang-undang parlemen dan mengakibatkan kebuntuan dalam politik Venezuela.
 Foto: Reuters/Christian Veron Aksi demonstrasi menuntut pengunduran diri Presiden Nicolas Maduro. |
Sejak saat itu Maduro sudah terlihat ingin memperluas kewenangan dan kekuasannya sebagai presiden. Pertengahan 2017 lalu, Maduro berkeras menggelar pemilu sela untuk membentuk Dewan Konstituen Nasional baru.
Tak hanya itu, Maduro juga meminta Dewan Konstituen Nasional baru menulis ulang konstitusi negara demi tetap berkuasa menjadi orang nomor satu di Venezuela menyusul periode pemerintahannya yang akan berakhir tahun ini.
Langkah itu pun semakin mengacaukan situasi di Venezuela di mana ribuan warga anti-Maduro berdemo memprotes pemungutan suara yang tetap digelar pemerintah. Demonstrasi besar-besaran di seluruh penjuru negeri, yang tak jarang diwarnai kekerasan ini pun membuat kondisi warga semakin terjerat dalam krisis.
4. Negara BangkrutPresiden Maduro akhirnya mengaku bahwa pemerintahannya tak sanggup membayar seluruh utang negara, awal November lalu.
Maduro menyebut perusahaan minyak telah membayar utang US$1,1 miliar. Jumlah tersebut sangat besar bagi sebuah negara yang saat itu hanya memiliki kas negara sebesar US$10 miliar saja di bank.
Hal serupa juga terjadi pada 2016 lalu, ketika Venezuela nyaris bangkrut karena hampir tidak menghasilkan pemasukan cukup dari ekspor minyak mereka untuk menutupi utang-utangnya.
Lembaga keuangan Barclays mengatakan kebangkrutan sulit dihindari Venezuela.
Satu-satunya yang bisa menyelamatkan negara Amerika Latin itu dari kebangkrutan adalah kenaikan harga minyak dunia atau bantuan dari sekutu Caracas--seperti China, Rusia, Iran untuk menjamin pemerintahan Maduro.
5. Krisis PanganKrisis ekonomi dan kekacauan politik turut mempengaruhi sejumlah sektor lainnya, termasuk pangan.
Di tengah tanggungan hutang negara dan nilai tukar yang rendah, pemerintah tidak bisa mengimpor makanan pokok seperti tepung, telur, dan susu. Dalam kondisi seperti ini, banyak rak-rak supermarket yang kosong karena tidak memiliki pasokan makanan lagi. Sekitar 2015 lalu, rumah makan cepat saji, McDonalds di Venezuela kehabisan kentang goreng karena krisis pangan tersebut.
Krisis pangan kian menyengsarakan rakyat Venezuela, memicu kekerasan, dan tindak kejahatan.
(nat)