Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Luar Negeri RI menyatakan pemerintah baru mengetahui kasus Muhammad Zaini Misrin setelah hakim
Arab Saudi menjatuhkan vonis mati pada November 2008. Padahal TKI asal Madura, Jawa Timur, telah ditahan sejak Juli 2004 lalu.
Dia dieksekusi mati karena dinyatakan terbukti bersalah membunuh majikannya, Abdullah bin Umar Muhammad Al Sindy.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Lalu Muhammad Iqbal mengatakan pemerintah Saudi tidak pernah memberi notifikasi atau pemberitahuan mengenai penangkapan Zaini sejak pria 53 tahun itu ditangkap.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari otoritas Saudi tidak pernah memberi notifikasi ditangkapnya Zaini Misrin pada tahun 2004 lalu baik ke KJRI di Jeddah maupun KBRI di Mekah," kata Iqbal dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Senin (19/3).
Zaini yang bekerja sebagai sopir Abdullah sejak 1992 silam ditangkap pada 13 Juli 2004 atas dasar laporan anak Abdullah yang menuduhnya telah membunuh sang ayah. Selama proses hukum berlangsung, Zaini disebut tidak diperbolehkan didampingi pengacara atau kuasa hukum.
Iqbal mengatakan pemerintah melalui KBRI baru mengetahui kasus ini pada 8 November 2008 saat pengadilan memvonis hukuman mati kepada Zaini.
Sejak itu, Iqbal menuturkan pemerintah segera mendampingi Zaini memperjuangkan hak-hak hukumnya. Sejak vonis dijatuhkan hingga sebelum eksekusi, dia mengatakan tim perlindungan WNI Kemlu RI telah bertemu Zaini sebanyak 40 kali.
Pada 2011, pemerintah telah dua kali menunjuk kuasa hukum guna mendampingi kasus Zaini yakni pada 2011-2016 dan pada 2016-2018. Sejak 2008, kata Iqbal, pemerintah juga setidaknya telah memfasilitasi keluarga untuk menemui Zaini di Saudi sebanyak tiga kali.
"Sejak 2008, pemerintah juga setidaknya sudah dua kali melayangkan permintaan peninjauan kembali. Yakni pada Januari 2017 dan Januari 2018 lalu. Namun sayangnya, eksekusi dilakukan saat proses PK kedua baru akan dimulai ketika belum ada putusan atau kesimpulan dari hakim," kata Iqbal.
"Selama ini juga sudah ada 42 nota diplomatik yang dikirim KJRI atau KBRI di Saudi terkait kasus Zaini. Presiden RI juga sudah kirimkan surat sebanyak tiga kali kepada Raja Salman yakni sekali di era SBY dan dua kali di era Jokowi untuk menunda atau meringankan hukuman Zaini ini," lanjutnya.
Walau demikian, Iqbal mengakui bahwa sistem tata kelola perlindungan WNI di luar negeri pada saat itu masih belum dibangun baik dan kondusif. Karena itu, pemerintah cukup sulit menangani dan mendampingi sejumlah kasus serupa yang terjadi sebelum tahun 2010.
"Sistem PWNI itu sebelum tahun 2010 belum terbangun dengan baik. Jika dilihat, dua kasus eksekusi mati Zaini dan Siti Zaenab pada 2015 muncul sebelum 2010. Karena itu kasus ini sulit diselesaikan karena pemerintah tidak melakukan pendampingan sejak awal," ujar Iqbal.
(aal)